A.
Pengertian Remaja
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence,
berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh
untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya memiliki
arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik
(hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh piaget (hurlock, 1991) yang
mengatakan bahwa secara psikologis, Remaja adalah suatu usia dimana individu
menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak
merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
merasa sama, atau paling tidak sejajar[1].
Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada
pada atau usia antara anak-anak dan dewasa. Batasan remaja dalam hal ini adalah
usia 10 tahun sampai dengan 19 tahun menurut klasifikasi World Health
Organisation (WHO). Sementara United Nations (UN) mentebutnya sebagai anak muda
(youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum muda
(young people) yang mencakup usia 10-24 tahun[2].
B.
Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Istilah pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses perubahan
fisiologis yang bersifat progresif dan kontinu serta berlangsung dalam periode
tertentu. Oleh karena itu, sebagai hasil dari pertumbuhan adalah bertambahnya
berat, panjang atau tinggi badan, tulang dan otot-otot menjadi lebih kuat,
lingkar tubuh menjadi lebih besar, dan organ tubuh menjadi lebih sempurna. Pada
akhirnya pertumbuhan ini mencapai titik akhir, yang berarti bahwa pertumbuhan
telah selesai.
Para ahli psikologi pada umumnya menunjuk pada pengertian
perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang bersifat progresif dan
menyebabkan tercapainya kemampuan dan karakteristik psikis yang baru. Perubahan
seperti itu tidak terlepas dari perubahan yang terjadi pada struktur biologis,
meskipun tidak semua perubahan kemampuan dan sifat psikis dipengaruhi oleh
perubahan struktur biologis. Perubahan kemampuan dan karakteristik psikis
sebagai hasil dari perubahan dan kesiapan struktur biologis sering dikenal
dengan istilah “kematangan” (Berk, 1989).
Perkembangan berkaitan erat dengan pertumbuhan. Berkat adanya
pertumbuhan maka pada saatnya anak akan
mencapai kematangan. Perbedaan antara pertumbuhan dan kematangan, pertumbuhan
menunjukkan perubahan biologis yang bersifat kuantitatif, seperti bertambah
panjang ukuran tungkai, bertambah lebarnya lingkar kepala, bertambah lebarnya
tubuh, dan semakin sempurnanya susunan tulang dan jaringan syaraf. Sedangkan
kematangan menunjukkan perubahan biologis yang bersifat kuanitatif. Akan
tetapi, perubahan kuantitatif itu sulit untuk diamati atau di ukur. Kita lebih
mudah melihat bertambah luasnya ukuran tapak tangan seorang anak dari pada
melihat bertambah kompleksnya sistem syaraf dan semakin kuatnya jaringan otot
pada anak, yang memungkinkan organ itu melakukan lebih kompleks[3].
C.
Karakteristik Umum Perkembangan Remaja
Masa remaja sering kali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh
erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983).
ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan
anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka
sudah bukan berupa anak-anak lagi melainkan sudaah seperti orang dewasa,
ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa.
Adapun sikap yang biasanya ditujukkan oleh remaja, yaitu sebagai
berikut:
1.
Kegelisahan
Sesuai dengan fase perkembangan, remaja menpunyai banyak idealisme,
angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun,
sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk
mewujudkan semua itu. Sering kali angan-angan dan keinginan lebih besar di
bandingkan dengan kemampuan.
Selain itu, di satu pihak mereka ingin mendapat pengalaman
sebanyak-banyaknya untuk menambah pengetahuan, tetapi di pihak lain mereka
merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak berani
mengambil tindakan mencari pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik menarik
antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum memadai
mengakibatkan mereka diliputi oleh kegelisahan.
2.
Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada
situasi psikologi antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan
masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering
mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka
dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan
remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri
karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Remaja
sesungguhnya belum begitu berani mengambil resiko dari tindakan meninggalkan
lingkungan keluarganya yang jelas aman bagi dirinya. Tambahan pula keinginan
melepaskan diri itu belum disertai dengan kesanggupan untuk berdiri sendiri
tanpa bantuan orang tua dalam soal keuangan. Akibatnya , pertentangan yang
sering terjadi itu akan menimbulkan
kebingungan dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain.
3.
Mengkhayal
Keinginan untuk menjelajah dan berpetualang tidak semuanya
tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Sebab,
menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak,
padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya.
Akibatnya, mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan
khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada
soal prestasi dan jenjang karier, sedang remaja putri lebih mengkhayalkan
romantika hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab, khayalan
ini kadang menghasilkan suatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul
ide-ide baru tertentu yang dapat direalisasikan.
4.
Aktifitas Berkelompok
Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat
terpenuhi karena bermacam-macam kendala, dan yang sering terjadi adalah tidak
tersedianya biaya. Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua seringkali
melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja
menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan
sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara
berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama (Singgih DS.,
1980)
5.
Keinginan Mencoba Segala Sesuatu
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high
curiosity). Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja
cenderung ingin bertualang, menjelajah segala suatu, dan mencoba segala sesuatu
yan belum pernah dialaminya. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti
orang dewasa menyebabkan remaja ingin melakukan apa yang sering dilakukan oleh
orang dewasa. Akibatnya tidak jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja pria
mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa melakukannya. Seolah-olah
dalam hati kecilnya berkata bahwa remaja ingin membuktikan kalau sebenarnya
dirinya mampu berbuat seperti yang dilakukan orang dewasa. Remaja putri
seringkali mencoba memakai kosmetik baru, meskipun sekolah melarang.[4]
D.
Perkembangan Moral dan Religi
Secara
psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan untuk
memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya yaitu menjadi dewasa[5].
Dalam
pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai
masa remaja mencangkup masa juvenilitas (adolescantium),pubertas dan
nubilitas.
Sejalan
dengan perkembangan jasmani dan rahaninya, maka agama pada para remaja turut
dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran
agama dan tindak ajaran keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan
dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan
agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangn rahani dan
jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck
adalah:
a) Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang
diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi
mereka. Sikap kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama
merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial dan norma-norma
kehidupan lainnya.
Hasil penelitian Allport, Gillesphy, dan Young
menunjukkan:
1. 85% remaja Katolik Romawi tetap taat
menganut ajaran agamanya.
2. 40% remaja Protestan tetap taat terhadap
ajaran agamanya.[6]
Dari hasil ini dinyatakan selanjutnya,
bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh
bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya, agama yang ajarannya kurang
konservatif-dogmatif dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan
pikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak meniggalkan ajaran
agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja
mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
b) Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan berkembang pada masa
remaja. Perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati
perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan
cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula.
Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran
agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan
seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja lebih
mudah terperosok kearah tindakan seksual yang negatif.
c) Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai
oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul
konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan
pilihan itu. karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan
materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1.789 remja Amerika antara usia 18-29
tahun menunjukkan, bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan:
keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, dan masalah kesenangan
kepentingan pribadi lainnya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya
sekitar 3,6%, masalah sosial 5,8%.[7]
d) Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik
tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga
terlihat pada para remaja juga mencakupi:
1. Self-direktive,
taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa
mengadakan kritik.
3. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran
moral dan agama.
5. Devian, menolak dasar dan hokum keagmaan serta
tatanan moral masyarakat.
e) Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah
keagamaan boleh dikatakan sangat kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi
mereka (besar kecil minatnya).
Howard Bell dan Ross berdasrkan
penelitiannya terhadap 13.000 remaja di Maryland terungkap hasil sebagai
berikut:
1. Remaja yang taat (ke gereja
secara teratur) 45%
2. Remaja yang sesekali dan tidak sama sekali
35%
3. Minat terhadap: ekonomi, keuangan, materil,
dan sukses pribadi 73%
4. Minat terhadap masalah ideal, keagamaan,
dan sosial 21%[9]
f) Ibadah
1. Pandangan para remaja terhadap ajaran
agama, ibadah, dan masalah doa sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar
kuoky menunjukkan:
a. 148 siswi dinyatakan bahwa 20 orang
diantara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan sisanya
(128) mempunyai pengalaman keagamaan, yang 68 di antaranya secara alami (tidak
melalui ajaran resmi).
b. 31 orang di antara yang mendapat pengalaman
keagamaan melalui proses alami, mengungkpkan adanya
perhatian mereka terhadp keajaiban yang menakjubkan di balik keindahan
alam yang mereka nikmati.
2. Selanjutnya mengenai pandangan mereka
tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut:
a. 42% tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.
b. 33% mengatakan mereka sembahyang karena
mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka.
c. 27% beranggapan bahwa sembahyang dapat
menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.
d. 18% mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan
mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.
e. 11% mengatakan bahwa sembahyang
mengingatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat.
f. 4% mengatakan bahwa sembahyang merupakan
kebiasaan yang mengandung arti yang penting.
Jadi, hannya
17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan,
sedangkan 26% di antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media
untuk bermeditasi.[10]
Masa remaja
sebagai segmen dari siklus kehidupan manusia, menurut agama merupakan masa strarting
point pemberlakuan hukum syar’i (wajib, sunah, haram, makruh, dan
mubah) bagi seorang insan yang sudah balig (mukallaf). Oleh karena
itu, remaja seharusnya melaksanakan nilai-nilai atau ajaran agama dalam
kehidupannya. Pemikiran ini didasarkan kepada sabda Rasululah Saw. “Rufi’al
qalam ‘an tsalaatsin, ‘anishshabiyyi hattaa yahtalima, wa’aninnaa’ami hattaa
yaiqidla, wa’anil majnuuni hattaa ya’qila” (pena-pencatat ‘amal- itu
diangkat untuk tiga kategori manusia, yaitu: jabang bayi sampai remaja, orang
tidur sampai bangun, dan orang gila sampai sembuh kembali).
Berdasarkan
hadits diatas, masa remaja sudah masuk kelompok mukallaf, yaitu orang
yang sudah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangannya. Adapun orang yang diberi kebebasan dari hukum, atau
diberi garansi (jaminan) bahwa amalnya tidak dipandang dosa apabila melanggar
larangan Allah adalah mereka yang berusia bayi sampai menjelang remaja (usia
anak SD), orang yang tidur, dan orang yang gila.
Sebagai
mukallaf, remaja (laki-laki atau perempuan) dituntut untuk mewakili keyakinan
dan kemampuan mengaktualisasikan (mengamalkan) nilai-nilai agama (akidah,
ibadah, dan akhlak) dalam kehidupannya sehari-hari, baik dilingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Nilai-nilai agama yang seharusnya diaktualisasikan itu
disimak dalam tabel dibawah ini:
Nilai-nilai Agama
|
Profil
Sikap dan Perilaku Remaja
|
A.
Aqidah (keyakinan)
|
1.
Meyakini Allah sebagai pencipta (khaliq), yang kepada-Nya semua
manusia harus beribadah.
2.
Meyakini bahwa Allah Maha Melihat terhadap semua perbuatan
manusia.
3.
Meyakini bahwa Allah melaluai malaikat jibril telah menurunkan
agama kepada Nabi Muhammad Saw., sebagai pedoman hidup bagi umat manusia di
dunia.
4.
Meyakini bahwa Allah mengasihi orang-orang yang taat dan patuh
kepada-Nya, dan membenci orang-orang yang mendurhakai-Nya.
5.
Meyakini alam akhirat sebagai tempat pembalasan atau pengadilan
agung bagi setiap orang dalam mempertanggungjawabkan amalnya di dunia.
|
B.
Ibadah dan Akhlak
|
1.
Mengamalkan ibadah ritual (mahdlah), seperti: shalat,
shaum, dan berdo’a.
2.
Membaca al-Qur’an dan belajar memahami isinya.
3.
Bersikap hormat kepada kedua orang tua.
4.
Menjalin silaturrahmi dengan saudara dan orang lain.
5.
Mengendalikan diri (hawa nafsu) dari perbuatan yang diharamkan
Allah, seperti: berzina (free sex), meminum minuman keras atau
narkoba, berjudi,mencuri, dan membunuh atau tawuran.
6.
Bersyukur pada saat mendapat nikmat atau anugerah dari Allah
(minimal dengan membaca hamdalah: alhamdulillah).
7.
Bersabar pada saat mendapat musibah (dengan membaca Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun), sehingga terhindar dari suasana
stress atau frustrasi (kekecewaan yang mendalam karena tidak tercapai
apa yang akan di inginkannya).
8.
Berperilaku jujur dan amanah (dapat dipercaya =
bertanggungjawab).
9.
Memilik ghirah (etos) belajar yang tinggi.
10.
Memelihara kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungannya.
11.
Bersikap optimis dalam menghadapi masa depan, dengan selalu
berikhtiar dan berdo’a kepada Allah.
|
Kemampuan remaja untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama diatas,
sangat heterogen (beragam). Keragaman itu diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok, yaitu: (1) remaja yang mampu mengamalkannya secara konsisten, (2)
ramaja yang mengamalkannya secara insidential (kadang-kadang), (3) remaja yang
tidak mengamalkan ibadah mahdlah, tetapi dapat berinteraksi sosial
dengan oang lain (hablumminannaas) secara baik, (4) remaja yang
melecehkan nilai-nilai agama secara keseluruhan, dalam arti mereka tidak
mengamalkan perintah Allah, dan justru melakukan apa yang diharamkan-Nya, seperti:
berzina, meminum minuman keras (narkoba), mencuri (kriminal), mengganggu
ketertiban umum, dan bersikap tidak hormat kepada orang tua.
Keragaman profile remaja seperti di atas, mungkin di
sebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: (1) keragaman pendidikan agama
yang diterima remaja dari orang tuanya, ada yang baik, kurang, dan bahkan tidak
sama sekali, (2) keragaman keluarga remaja dalam mengamalkan nilai-nilai agama,
ada yang taat, kurang taat, dan yang sama sekali tidak mempedulikan nilai-nilai
agama, dan (3) keragaman kelompok teman bergaul, ada yang berakhlak baik, dan
juga yang berakhlak buruk.
Perkembangan kesadaran beragama remaja terbagi atas beberapa
periode, sebagai berikut :
1.
Masa
Pra-Remaja (Puber/Negatif) (Usia
13-16 Tahun)
Perkembangan jiwa agama pada usia
pra-remaja atau disebut masa puber atau kemkratu/negative kedua ini bersifat
berurutan mengikuti sikap keberagamaan orang-orang yang ada disekitarnya.
Secara singkat perkembangan jiwa agama pra-remaja yaitu: (1) Ibadah karena
pengaruh keluarga, teman, lingkungan dan peraturan sekolah, dan (2) Kegiatan
agama lebih banyak dipengaruhi emosional dan pengaruh luar.[11]
2.
Masa Remaja Awal (Usia 16-18 Tahun)
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, yaitu dengan
tumbuhnya ciri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks,
yaitu: ciri primer (menstruasi pada anak wanita, dan mimpi
pertama pada remaja pria), dan ciri sekunder (tumbuhnya kumis,
jakun, dan bulu-bulu di sekitar kemaluan pada remaja pria, dan membesarnya buah
dada/payudara, membesarnya pinggul, dan tumbuhnya bulu-bulu disekitar kemaluan
pada remaja wanita).
Pertumbuhan fisik yang terkait dengan seksual mengakibatkan
terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran pada diri remaja.
Bahkan lebih jauh kondisi ini dapat mempengaruhi kesadaran beragamanya, apalagi
remaja yang kurang pengalaman atau pendidikan agama sebelumnya.
Kegoncangan dalam beragama ini muncul, karena adanya faktor
internal maupun eksternal.
a.
Faktor internal, terkait dengan (1) matangnya organ-organ seks,
yang mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun disisi lain dia
tahu bahwa perbuatan itu dilarang oleh agama dan dapat menjerumuskan ke dalam
perilaku yang nista, (2) berkembangnya sikap independen, keinginan untuk
hidup bebas, tidak terikat dengan norma-norma keluarga, sekolah dan agama.
b.
Faktor eksternal, terkait dengan aspek-aspek (1) perkembangan
kehidupan sosial budaya dalam masyarakat yang jarang bertentangan dengan
nilai-nilai agama, namun menarik bagi remaja untuk mencobanya, seperti:
beredarnya film-film, VCD-VCD atau gambar-gambar porno, penjualan minuman
keras, dan alat-alat kontrasepsi yang bebas, (2) perilaku orang dewasa, orang
tua sendiri, para pejabat, dan warga masyarakat yang gaya hidupnya (life
style) kurang memperdulikan agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan
lain-lain.
3.
Masa Remaja Akhir (Usia 18-21)
Untuk mengetahui gambaran kesadaran beragama di kalangan remaja
akhir, pada tahun 1996/1997 penulis telah melakukan penelitian terhadap para
siswa SMK di jawa barat (kota dan kabupaten bandung, cirebon, bogor, dan
bekasi), hasilnya adalah sebagai berikut.
a.
Pengembangan pemahaman agama
b.
Keyakinan terhadap agama sebagai pedoman hidup
c.
Keyakinan bahwa setiap perbuatan manusia tidak lepas dari
pengawasan Tuhan
d.
Keyakinan terhadap hari akhir
e.
Keyakinan bahwa Allah Maha Penyayang dan Maha Pengampun
f.
Pengamalan ibadah shalat
g.
Mempelajari al-Qur’an
h.
Berdo’a kepada Allah
i.
Mengendalikan diri dari perbuatan yang dilarang agama
j.
Bersikap hormat kepada orang tua dan orang lain
k.
Bersabar dan bersyukur
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa usia siswa tersebut
telah berada pada masa remaja akhir, ternyata belum semuanya menunjukkan
kesadaran beragama yang sesuai dengan yang di harapkan. Faktor yang menyebabkan
kondisi ini terjadi, di dugakarena mereka berasal dari lingkungan keluarga dan
masyarakat yang iklim beragamanya relatif berbeda[12].
[1] Moh. Ali dan Moh. Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2005,cet. II h. 9
[2] Seri Informasi KRR Untuk Pondok Pesantren, Remaja Hari Ini Adalah
Pemimpin Masa Depan, Jakarta, bkkbn, 2004, h. 15
[3] Moh. Ali dan Moh. Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2005, h. 11
[4] Moh. Ali dan Moh. Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2005,cet. II, h. 16-18
[5] Seri Informasi KRR Untuk Pondok Pesantren, Remaja Hari Ini Adalah
Pemimpin Masa Depan, Jakarta, bkkbn, 2004, h. 15
[6] Jalaludin, Psikologi
Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,…), h.74
[7] Jalaludin, Psikologi
Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,…), h. 75
[11] Baharuddin dan Mulyono, psiologi Agama dalam Perspektif Islam,
(Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 138.
[12] Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama, Pustaka Bani Quraisy,
2005, Bandung, h. 53-60
Tidak ada komentar:
Posting Komentar