Sabtu, 09 Mei 2015

AL KINDI


MAKALAH
KARAKTERISTIK PEMIKIRAN AL KINDI
(Revisi)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Filsafat Islam”

Dosen Pembimbing:
Dr. Teguh, M.Ag.
 






    
Disusun Oleh :
Baru Muhamad Yusuf
NIM. 2831123005



Jurusan                : Ushuluddin
Prodi                     : Tafsir Hadits
Semester               : III (tiga)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(AIN) TULUNGAGUNG
JANUARI 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdullilah penyusun ucapkan ke hadirat allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, Keluarga beserta sahabat-sahabatnya dan para pengikut beliau yang telah ikhlas memeluk agama Allah SWT dan mempertahankannya sampai akhir hayat dan kita berharap semoga diakui umatnya dan tergolong orang-orang yang mendapat syafa’at beliau min yaumina hadza ila yaumil qiyamah amin.
Alhamdulillah makalah yang berjudul ”Karakteristik Pemikiran Al Kindi” dapat saya selesaikan sesuai dengan waktu yang telah di tentukan .Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.      Bpk Teguh Sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan materi serta pengarahan sehingga makalah ini bisa terselesaikan.
2.      Seluruh pihak yang terkait dalam penyelesaian tugas ini.
Semoga segala bimbingan dan bantuan yang telah di berikan dapat menjadi amal hasanah, maslahah dan mendapatkan ridho dari allah SWT teriring do’a:
Jazakumulloh khoirol jaza’ jazakumulloh ahsanal jaza’.
Sebagai penutup penyusun menyadari bahwa masih banyak kekhilafan dan kekurangan dalam makalah ini,oleh sebab itu penyusun mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat berguna, bermanfa’at, barokah di dunia dan di akhirat amin.

Penyusun





DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ............................................................................  2
C.     Tujuan Pembahasan........................................................................... 2
Bab II Pembahasan
A.    Biografi  Al Kindi............................................................................. 3
B.     Karya dan Pemikiran Al Kindi......................................................... 5
Bab III Penutup
A.    Kesimpulan...................................................................................... 15
B.     Saran............................................................................................... 17
Daftar Pustaka









BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mencari kebenaran yang sesungguhnya, kita tidak dapat lepas dengan mencari atau mempalajari teori-teori yang sudah ada dari para ilmuan terdahulu. Banyak para ilmuan yang sudah mengemukakan dengan teori-teori mereka. Misalkan seorang tokoh filosof yang sangat mashur di dunia yaitu Plato, yang terkenal dengan teori ontology, dan seorang muridnya yang tidak kalah mashurnya di dalam kajian tokoh filsafat Yunani, yaitu Aristoteles, yang terkenal dengan teori kosmologi. Mereka saling mengutarakan pemikiran mereka guna mencari kebenaran tentang Tuhan yang sesungguhnya. Dan mungkin banyak yang mengira bahwa mencari kebenaran tentang Tuhan yang sebenarnya adalah hal tidak mungkin, namun semua itu dibantah dengan para Filosof yang menggunakan logika mereka demi mencari bukti bahwa Tuhan dapat dicari kebenaran Nya.
Bahkan yang lebih mengerikan lagi, dan kita tidak memungkiri, bahwa banyak pesantren yang menolak adanya pembelajaran hal ini. Para kiyai berpegang teguh dengan apa yang dikatakan oleh Khujatul Islam yakni Imam Al Ghozali dalam karyanya Tahafut Al Falasifah, yang intinya melarang seorang Muslim untuk mempelajari Filsafat karena dianggap menyesatkan.
Untungnya pada pembahasahan kali ini, yaitu tentang pemikiran Al Kindi, yang mana tidak termasuk Filosof Muslim yang di klaim sesat dan bahkan wajib dikafirkan dalam sebuah karangan Imam Al Ghazali yaitu dalam kitab “Munqid min Al Dholal”[1] jadi ketika mempelajari pemikiran Al Kindi, setidakna kita bisa mengetahui bahwa sesungguhnya Filosof Muslim ternyata ada yang dibenarkan.
 Namun dibeberapa waktu kemudian munculah respect terhadap karya Imam Al Ghozali tersebut, yakni seorang Filosof Muslim yang namanya juga terkenal di khalayak umat Islam yaitu Ibnu Rush, yang mengecam pendapat Al Ghazali tentang filsafat. Semua itu dituangkan dalam sebuah kitabnya yang berjudul Tahafuth Al Tahafuth.
Lain halnya itu, ternyata bukan orang Yunani saja yang Respeck terhadap filsafat, banyak tokoh Muslim yang ikut andil dalam hal ini, diantaranya adalah Al Kindi. Bagai mana semuanya tentang Al Kindi?, mari kita bahas pada makalah yang cukup singkat ini. Yang mana makalah ini kami susun setelah adanya beberapa masukan ataupun kritikan dari beberapa orang yang kami anggap ahli dibidang ini. Maka dari itu, setidaknya kami akan lebih memperjelas tentang semua yang ada pada diri Al Kindi mulai dari biografi, karya-karya beliau dan pemikiran-pemikiran beliau.
B.       Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini di antaranya:
  1. Bagaimana biografi Al Kindi?
  2. Apa saja karya-karya dan pemikiran Al Kindi?

C.      Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penulisan ini adalah:                                                              
  1. Untuk mengetahui biografi Al Kindi
  2. Untuk mengetahui karya-karya dan pemikiran Al Kindi
.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biogarfi Al Kindi
Nama Al Kindi, adalah nisbat pada suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu banu kindah. Banu kindah adalah suku keturunan kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan suku Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi masyarakat.[2]
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf, ya’kub Ibnu Ishak al sabah, ibnu imron ibnu kays Al Kindi, keturunan suku kays. Lahir pada tahun 185 H(801 M) di Kufah, nama orang tuanya Ishak Ashshabbah dengan jabatan gubernur di Kufah, pada masa pemerintahan Al mahdi dan harun Al Rasyid dari bani Abbas.[3] Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al Kindi lahir, jadi ia dibesarkan dan dididik dalam keadaan yatim.[4]
Al Kindi (801 -873 M) dalam dunia barat terkenal dengan nama Al Kindus.[5] Al Kindi yang dilahirkan di Kufah pada masa kecilnya memparoleh pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru-guruya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Tetapi, ia dipastikan belajar ilmu-ilmu seperti kurikulum yang ada pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur’an, membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran dasarnya di Bashrah, ia melanjutkan pendidikannya ke Baghdad hingga tamat, ia mahir sekali dalam berbagai bidang ilmu pada waktu itu, seperti ilmu ketabiban(kedokteran), ilmu filsafat, ilmu hitung, ilmu mantiq(logika), astronomi, geometri dan lain-lain.  Singkatnya, ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari, dan sekurang-kurangnya bahasa yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan kala itu, ia dapat menguasainya dengan baik, yaitu bahasa Syuryani . dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Syuryani inilah Al Kindi menerjemahkannya kedalam bahasa Arab.[6]
Ibnu Abi Usaibiah (w.668/1269H), pengarang kitab Tabaqat Attiba’   menuliskan al-Kindi sebagai salah satu diantara empat penerjemah yang mahir pada masa penerjemahan itu. Tiga orang lainnya adalah Hunanin bin Ishaq, Tsabbit bin Qurrah dan Umar bin Farkhan at-Thabari. Sebagian penulis ada yang menganggap al-Kindi tidak terlibat dalam gerakan penerjemahan tersebut. Akan tetapi setidaknya dia ikut memperbaiki terjemahan Arab dari sejumlah buku. Aktivitasnya lebih banyak menyimpulkan pandangan filsafat yang sulit difaham dan kemudian mengarang sendiri. [7]
Nama Al Kindi menanjak popular, setelah hidup di istana pada masa Al Mu’tasim yang menggantikan kholifah Al Makmun pada tahun 218 H(833 M). karena pada saat itu, Al Kindi dipercaya oleh Al Muktasim untuk mendidik putranya yang bernama Ahmad bin Muktasim sebagai guru pribadinya. Pada masa inilah, Al Kindi barkesempatan menulis karya-karya, setelah masa Al Makmun menerjemahkan kitab Yunani kedalam bahasa Arab.[8]
Pada saat ini pulalah, ketika Al Kindi hidup di Istana sebagai guru pribadi putra Al Mukhtasim, Yakni Ahmad Bin Mukhtasim sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia filsafat, ia mendapat tantangan yang sengit dari seorang ahli Hadits pada masa itu, yakni Ja’far bin Muhamad Al Balakhi.[9]
Kemashuranya dapat diketahui melalui tulisan Ibnu Abi Usaibia, yang menyatakan” Muhamad dan Ahmad, putra dari Musa Ibnu Shakir, telah menyatakan permusuhan bagi siapa saja yang terkemuka dalam Ilmu pengetahuan (filsafat)“. Mereka ini telah mengutus seseorang yang bernama Sanad Ibnu Ali ke kota Baghdad, dengan suatu perintah agar ia berusaha supaya Al Kindi dapat dihalau dari Istana. Komplotan ini berhasil baik, sehingga Al Kindi diperintahkan agar dijatuhi hukuman dera. Segala perpustakaannya dikosongkan dan di letakkan disuatu tempat dengan dibubuhi” Pustaka Al Kindi”. Akan tetapi tidak lama kemudian pustaka itu diberikan kepada Al Kindi kembali.[10]
Al Kindi banyak mengarang buku yang kurang lebih berjumlah 241 dalam berbagai bidang ilmu yang terutama pada bidang ilmu filsafat, logika, aritmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, music, matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya dapat diketahui bahwa Al Kindi termasuk Aliran Eklektisme: dalam masalah metafisika dan kosmologi menganut atau mengambil pendapat-pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, dalam masalah etika mengambil pendapat Socrates dan Plato.[11]
Dalam abad-abad akhir ini peta pemikiran al-Kindi mulai dapat dideteksi, karena ditemukannya 25 karyanya, yang kemudian diterbitkan menjadi 2 jilid. Jilid pertama diterbitkan pada 1950 dan yang kedua pada tahun 1953 di Kairo dengan judul Rasail al-Falsafiyyah. Al-Kindi dijuluki dengan filsuf Arab pertama, karena dia adalah satu-satunya filsuf yang berdarah Arab murni.[12]

B.     Karya-karya dan Pemikiran Al Kindi
1.      Karya-Karya Al Kindi
Karya ilmiyah Al Kindi kebanyakan hanya berupa makalah-makalah, tetapi jumlahnya amat banyak. Ibnu Nadzim dalam kitabnya al Fihrits, menyebutkan lebih dari 230 buah. George N Atiyeh menyebutkan bahwa judul makalah karangan Al Kindi ada 270 buah. Dalam bidang filsafat, makalah karangan Al Kindi pernah diterbitkan oleh Prof. Abu Ridah (1950) dengan judul Rasail Al Kindi (makalah-makalah Al Kindi) yang berisi 29 makalah. Prof Ahmad Fuad Al Ahwani pernah menerbitkan makalah Al Kindi dengan memberi nama”kitab Al Kindi ila al mu’tashim billah fi Al Falsafah Al Ula”.  [13]
Karangan-karangan Al Kindi mengenai Filsafat menunjukkan penelitian dan kecermatannya dalam memberikan batasan-batasan makna-makna Istilah yang dipergunakan dalam terminologi Ilmu filsafat.masalah-masalah yang ia bahas mencakup epistimologi,metafisika, etika, dan sebagainya.[14]
Sabagai seorang pelopor yang dengan sadar mempertemukan antara Agama dengan Filsafat Yunani, Al Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah semulia-mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya. Dan berfilsafat merupakan kewajiban bagi setiap ahli pikir(ulul albab). Pernyataan ini tertuju kepada ahli Agama yang mengingkari filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari Agama.[15]
      Beberapa karangan al-Kindi, baik yang ditulis sendiri atau ditulis ulang penulis lainnya, diantaranya:[16]
1.         Kitab Kimia al-‘itr (Book of the Chemistry of Perfume)
2.         Kitab fi Isti’mal al-Adad al-Hindi (On the Use of The Indian Numerals)
3.         Risala fi I-illa al-Failali i-Madd wa i-Fazr (Treatise on the efficient Cause of The Flow and Ebb)
4.         Kitab as-Shu’a’at (Book of the Rays)
5.         The Medical Formulary of Aqrabadhin of al-Kindi, by M. Levey (1996).
6.         Al-Kindi’s Metaphysics: a Translaton of Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First Philosopy”(fi al-Falsafah al-Ula), by Alfred L. Ivry (1974)
7.         Scientific Weather Forecasting in The Middle Ages The Writings of al-Kindi, by Gerrit Bos and Charles burnett (2000)
8.         Al-Kindi’s Treatis on Cryptanalysis, by M. Mrayati, Y. Meer Alam and M. H. At-Tayyan (2003).
Dari karangan-karangannya, dapat diketahui bahwa Al Kindi adalah penganut aliran eklektisisme;[17] dalam metefisika dan kosmologi mengambil pendapat Aristotetes, dalam psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam etika ia mengambil pendapat Socrates dan Plato. Meskipun demikian keprobadian Al Kindi sebagai filosof muslim tetap terjaga. Dengan demikian, bagi Al Kindi berfilsafat tidaklah berakibat mengaburkan dan menguburkan keyakinan Agama. Seperti yang dituduhkan orang kepadanya. Karena filsafat sejalan dan dapat dikatakan mengabdi terhadap Agama.
2.                                                                              Definisi Filsafat Menurut Al Kindi
Al Kindi menyajikan beberapa pendapat mengenai arti dari filsafat, tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang menjadi miliknya. Yang disajikan adalah definisi-definisi terdahulu, itupun tanpa menegaskan dari siapa diperolehnya. Mungkin dengan menyebutkan berbagai macam definisi itu dimaksudkan bahwa pengertian yang sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak hanya ada pada salah satunya. Hal ini berarti bagi Al Kindi, bahwa untuk memperoleh pengertian sacara lengkap tenteng apa filsafat itu harus memperhatukan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi filsafat. Definisi-difinisi Al Kindi tentang filsafat sebagai berikut:[18]
Ø  Filsafat terdiri dari dua gabungan kata yaitu Philo (sahabat) dan Sophia (kebijaksanaan). Filsafat adalah cinta kepada kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologi Yunani dari kata-kata itu.
Ø  Filsafat adalah upaya-upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Difinisi ini marupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi tingkah laku manusia.
Ø  Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimagsud mati adalah bercerainya jiwa dari badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu yang mengatakan bahwa kenikmatan adalah suatu kejahatan. Definisi ini juga merupakan definisi fungsional, yang bertolak pada segi tingkah laku manusia.[19]
Ø  Filsafat ialah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keEsaan(wahdaniyah), ilmu keutamaan(fadhilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya, serta menjauhi perkara yang merugikan. Jadi tujuan seorang Filosof bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat dengan kebenaran, semakin dekat pula dengan kesempurnaan.[20]
                Unsur- unsur pemikiran yang mempengaruhi filsafatnya:[21]
1.      Pemikiran Pitagoras tentang matematika sebagai jalan kearah filsafat.
2.      Pemikiran Aristoteles dari fisika-fisikanya.
3.      Pemikiran Plato dan Aristoteles dalam etiknya.
4.      Pemikiran plato dalam kejiwaannya.
5.      Wahyu dan Iman dalam hubungannya dengan Tuhan dan sifat-sifatNya.
6.      Pemikiran Mu’tazilah dalam menekan rasio dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam pandangan filsafat fisikanya disebutkan bahwa alam ini ada sebabnya yang jauh, yang menjadikan, yaitu Allah yang mengaturnya dan menciptakan semuanya sebagai sebab dari yang lainnya. Alam itu tidak mempunyai asal, kemudian ada karena diciptakan, maka alam itu mustahil Qodim. Di dalam ala ini terdapat bermacam-macam gerak. Disamping itu juga ada 4 macam sebab: sebab materi( illat unsur/ material cause), illat bentuk (illat Syuriyah;formal couse), illat pencipta (illat failah;moving couse), dan illat tujuan (illat ghoiyah;final cause).
Di dalam menjelaskan tentang barunya alam, dalilnya berpangkal pada arti gerak dan waktu, bahwa gerak dan waktu tidak mempunyai wujud yang berdiri sendiri. Gerak terdapat sesuatu yang mempunyai zaman, berarti gerak itu ada ketika benda juga ada. [22]
Pemikiran dibidang metafisika lebih dititikberatkan kepada masalah hakikat Tuhan, bukti-bukti dan sifat Tuhan. Menurutnya Tuhan adalah wujud tang hak (benar), yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada. Ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi tuhan adalah wujud sempurna yang tidak ada yang lain mendahuluiNya.
Al Kindi mengemukakan tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan.
Ø  Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya, jadi wajib ada yang menciptakan dari ketiadaan, jadi pencipta awal adalah Tuhan.
Ø  Dalam alam tidak mungkin ada keragaman tanpa keseragaman atau keseragaman tanpa keragaman. Tergabungnya keragaman dan keseragaman bersama-sama, bukanlah karena kebetulan, tetapi karena adanya suatu sebab, dan sebab pertama adalah Tuhan.
Ø  Kerapian alam tak mungkin terjadi tanpa ada yang merapikan (mengaturnya). Yang mengatur atau merapikan alamnyata adalah Tuhan.[23]
Menurut al-Kindi filsafat tertinggi adalah filsafat ketuhanan, sebagaimana ungkapannya, “Falsafah yang termulia derajadnya adalah falsafah utama, yaitu ilmu tentang yang benar pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar”. Kebenaran ialah kesesuaian apa yang ada dalam akal dengan apa di luar akal. Dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indera. Benda-benda ini merupakan juziyyah (particular). Yang penting bagi falsafah yang tidak terhingga banyaknya itu, tetapi yang penting adalah hakikat yang ada dalam juziyah itu, yaitu kulliyah (universal). Tiap-tiap benda memiliki dua hakikat, hakikatnya sebagai juzi dan ini disebut aniyyah, dan hakekat sebagai kully dan ini disebut mahiyyah, yaitu hakekat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan species.[24]
Tuhan dalam filsafat Al Kindi tidak mempunyai makna aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan bukan termasuk benda-benda yang ada di dalam alam. Bahkan Ia adalah pencipta alam. Juga tuhan bukan berarti mahiah artinya Tuhan bukan merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada satupun yang dapat menyerupainya.[25]
Bagi Al Kindi, fungsi filsafat adalah bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntuk keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi mencapai kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang wahyu. Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu tentang sejauh pengetahuan manusia. Karena itu Al Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat.[26]
3.                                                                              Filsafat Pengetahuan (Efistimologi)
Menurut Al Kindi, ada 3 pengetahuan manusia yaitu:[27]
a.         Pengetahuan Indrawi
           Ini terjadi langsung ketika seseorang mengamati terhadap suatu objek maretial dan dalam proses yang tanpa tenggang waktu dan upaya pindah ke imajinasi kemudian ke tempat penampungannya yang disebut Hafidzah. Pengetahuan dengan jalan ini selalu berubah, selalu dalam keadaan menjadi, bergerak, berlebih dan berkurang baik dari segi kwalitasnya dan kwantitasnya.
b.        Pengetahuan Rasional
Pengetahuan tentang sesuatu yang didapat dan diperoleh dengan menggunakan akal bersifat universal, bukan parsial. Objek pengetahuan rasional berupa genus atau spesies. Contoh, orang mengamati manusia yang berbadan tegak, dengan dua kaki, pendek, jangkung, berkulit putih atau berkulit hitam, dan sebagainya, makacontoh seperti inilah yang dinamakan pengetahuan indrawi, namun contoh yang bersifat rasional adalah mengamati manusia, menyelidiki hakikatnya hingga sampai kepada kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir (Rational Animal:hawan natiq).[28]
c.         Pengetahuan Isyraqi (iluminatif)
Pengetahuan yang langsung dari pancaran nur Ilahi. Pengetahuan ini diperoleh oleh para Nabi dan Rasul.[29]
Pengetahuan ini sangat sukar dibuktikan dengan akal. Pengetahuan Isyroqi tersebutjuga selain Nabi pun sukar untuk mendapatkannya, mungkin Cuma orang-orang yang berhati suci yang dapat memperoleh pengetahuan seperti ini.[30]
Untuk memberi contoh perbedaan pengetahuan manusia yang diperoleh dengan jalan upaya dan pengetahuan Nabi yang diperoleh dengan cara wahyu, Al Kindi mengemukakan pernyataan orang-orang kafir tentang bagai mana mungkin Tuhan akan membangkitkan manusia kembali dari alam kuburnya setelah tulang belulangnya hancur menjadi tanah. Sebagai mana termaktub dalam Al Qur’an surat Yasin Ayat 78-82:[31]
z>uŽŸÑur $oYs9 WxsWtB zÓŤtRur ¼çms)ù=yz ( tA$s% `tB ÄÓ÷ÕムzN»sàÏèø9$# }Édur ÒOŠÏBu ÇÐÑÈ   ö@è% $pkŽÍósムüÏ%©!$# !$ydr't±Sr& tA¨rr& ;o§tB ( uqèdur Èe@ä3Î/ @,ù=yz íOŠÎ=tæ ÇÐÒÈ   Ï%©!$# Ÿ@yèy_ /ä3s9 z`ÏiB ̍yf¤±9$# ÎŽ|Ø÷zF{$# #Y$tR !#sŒÎ*sù OçFRr& çm÷ZÏiB tbrßÏ%qè? ÇÑÉÈ   }§øŠs9urr& Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur AÏ»s)Î/ #n?tã br& t,è=øƒs Oßgn=÷WÏB 4 4n?t/ uqèdur ß,»¯=yø9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇÑÊÈ   !$yJ¯RÎ) ÿ¼çnãøBr& !#sŒÎ) yŠ#ur& $º«øx© br& tAqà)tƒ ¼çms9 `ä. ãbqä3uŠsù ÇÑËÈ  
78. dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"
79.  Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.
80. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu".
81.  dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui.
82. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.

4.       Falsafat Jiwa
Menurut Al-Kindi, substansi ruh adalah sederhana (tidak tersusun) dan kekal. Ia memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dia sempurna dan mulia karena substansinya berasal dari Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Jiwa menurut al-Kindi, adalah prinsip kehidupan yang mempengaruhi tubuh organik untuk beberapa saat lamanya dan melepaskannya.
Jiwa merupakan entitas tunggal yang substansinya sama dengan substansi pencipta sendiri karena dia sesungguhnya adalah limpahan dari substansi Tuhan sebagaimana sinar matahari dengan matahari iru sendiri. Sekalipun dia tergabung dalam satu tubuh tapi sesungguhnya dia terpisah dan independen dari tubuh. Tubuh adalah rintangan bagi jiwa sehingga ketika jiwa meninggalkan tempat sementaranya (tubuh), maka dia akan bersatu dengan dunia intelek dan bersatu denganNya.
 Meskipun demikian, nasib mulia ini bisa diingkari oleh manusia yang tertarik pada kesenagan-kesenangan jasmaniyah. Karena itu tidak semua jiwa akan bergabung dengan dunia akali yang terletak di seberang langit. Bagi orang yang hidupnya tenggelam dalam kontemplasi dan tidak mengumbar kesenangan-kesenangan hidup, dialah orang yang bijak yang mengarahkan hidupnya sesuai dengan Tuhan. Jiwa inilah yang langsung bergabung dengan dunia intelek begitu dia terlepas dari penjara tubuh. Tetapi, bagi jiwa yang terbelenggu pada kesenangan jasmani, maka jiwanya akan mengalami penyucian terlebih dahulu secara bertahap dengan singgah dulu di bulan, Merkuri dan planet-planet lain sehingga jiwa tersebut bersih dan pantas di bawa ke dunia akali.
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga; daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irrascible) dan daya berfikir (cognitive/rasional). Sebagaimana Plato ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya fikir sebagai sais kereta, dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. jika akal budi dapat berkembang dengan baik maka dua jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang dalam hidupnya dikendalikan nafsu berahi dan amarah diibaratkan al-Kindi sebagai anjing dan babi, sedang mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya diibaratkan sebagai raja.
Sekalipun ketiga daya itu merupakan daya yang dimiliki jiwa, namun sering kali al-Kindi merujuk pada daya berfikir sebagai daya yang dikaitkan dengan kemampuan jiwa, sedang daya appetitive dan irrascible dikaitkan dengan tubuh.  Hal ini menurut pandangan al-Kindi daya appetitive dan irrasceble ada semata-mata untuk pertumbuhan dan pelestarian (jiwa) hewani yang berkaitann dengan badan (wadag). Sementara yang pertama demi membantu penyempurnaannya sehingga tidak mengherankan ketika ia menjelaskan arti penting jiwa dalam kehiidupan manusia adalah sebagai pengatur keinginan hawa nafsu, dimaana jiwa selalu menentang keinginan hawa nafsu, ia gunakan untuk membedakan jiwa dari badan. Bagi al-Kindi badan memiliki hawa nafsu dan sifat pemarah sedang jiwa menetangnya. Jelas antara yang menetanag dan ditentang tidak sama. Dengan perantara ruhklah manusia memoeroleh pengetahuan yang sebenarnya. Di sini jelas bahwa yang dimaksud dengan jiwa disini adalah merujuk pada daya fikir atau rasional faculty.[32]























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Nama Al Kindi, adalah nisbat pada suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu banu kindah. Banu kindah adalah suku keturunan kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan suku Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi masyarakat. Al Kindi yang dilahirkan di Kufah pada masa kecilnya memparoleh pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru-guruya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Tetapi, ia dipastikan belajar ilmu-ilmu seperti kurikulum yang ada pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur’an, membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran dasarnya di Bashrah, ia melanjutkan pendidikannya ke Baghdad hingga tamat, ia mahir sekali dalam berbagai bidang ilmu pada waktu itu, seperti ilmu ketabiban(kedokteran), ilmu filsafat, ilmu hitung, ilmu mantiq(logika), astronomi, geometri dan lain-lain.  Singkatnya, ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari, dan sekurang-kurangnya bahasa yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan kala itu, ia dapat menguasainya dengan baik, yaitu bahasa Syuryani . dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Syuryani inilah Al Kindi menerjemahkannya kedalam bahasa Arab.
Al Kindi banyak mengarang buku yang kurang lebih berjumlah 241 dalam berbagai bidang ilmu yang terutama pada bidang ilmu filsafat, logika, aritmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, music, matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya dapat diketahui bahwa Al Kindi termasuk Aliran Eklektisme: dalam masalah metafisika dan kosmologi menganut atau mengambil pendapat-pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, dalam masalah etika mengambil pendapat Socrates dan Plato. Sabagai seorang pelopor yang dengan sadar mempertemukan antara Agama dengan Filsafat Yunani, Al Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah semulia-mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya. Dan berfilsafat merupakan kewajiban bagi setiap ahli pikir(ulul albab). Pernyataan ini tertuju kepada ahli Agama yang mengingkari filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari Agama.
Pemikiran dibidang metafisika lebih dititikberatkan kepada masalah hakikat Tuhan, bukti-bukti dan sifat Tuhan. Menurutnya Tuhan adalah wujud tang hak (benar), yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada. Ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi tuhan adalah wujud sempurna yang tidak ada yang lain mendahuluiNya. Dalam pandangan filsafat fisikanya disebutkan bahwa alam ini ada sebabnya yang jauh, yang menjadikan, yaitu Allah yang mengaturnya dan menciptakan semuanya sebagai sebab dari yang lainnya. Alam itu tidak mempunyai asal, kemudian ada karena diciptakan, maka alam itu mustahil Qodim. Di dalam ala ini terdapat bermacam-macam gerak. Disamping itu juga ada 4 macam sebab: sebab materi( illat unsur/ material cause), illat bentuk (illat Syuriyah;formal couse), illat pencipta (illat failah;moving couse), dan illat tujuan (illat ghoiyah;final cause).
Menurut Al Kindi, pengetahuan ada tiga macam, yaitu: pengetahuan indrawi, pengetahuan rasional dan pengetahuan iluminatif. Sedangka pandangannya mengenai jiwa yaitu bahwasanya Jiwa merupakan entitas tunggal yang substansinya sama dengan substansi pencipta sendiri karena dia sesungguhnya adalah limpahan dari substansi Tuhan sebagaimana sinar matahari dengan matahari iru sendiri. Sekalipun dia tergabung dalam satu tubuh tapi sesungguhnya dia terpisah dan independen dari tubuh. Tubuh adalah rintangan bagi jiwa sehingga ketika jiwa meninggalkan tempat sementaranya (tubuh), maka dia akan bersatu dengan dunia intelek dan bersatu denganNya.







B.  Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang mungkin disebabkan karena masih minimnya pengetahuan penulis terutama pada  materi yang sekarang ada pada pembaca sekalian, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah berikutnya.  Dan apabila makalah ini bisa untuk acuan pembelajaran maka penulis mengucapkan terimakasih atas kepercayaan pembaca terhadap makalah ini
























DAFTAR PUSTAKA


Hamdi, Ahmad Zainul. Tujuh Filsuf Muslim Pembuka Gerbang Filsafat Barat Modern. Yogyakarta: LKIS, 2004

Mustafa, Ahmad. Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1997

Maftukin, Filsafat Islam Yogjakarta: Teras, 2012

Nasution, Harun Falsafat dan Mistisme Dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1973

Sudarsono, Filsafat Islam Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Supriadi, Dedi.  Pengantar Filsafat Islam konsep, Filsuf dan ajarannya.  Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009


Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010









[1] Lihat  Munqid Min Al Dholal فوجب تكفيرهم وتكفير شيعتهم من المتفلسفة الإسلاميين . كابن سينا والفارابي وأمثالهما .......
[2] Ahmad Mustafa, Filsafat Islam  (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), hlm. 99
[3] Sudarsono, Filsafat Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 21
[4] Ahmad Mustafa, Filsafat Islam  …, hlm. 99
[5] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 21
[6] Ahmad Mustafa, Filsafat Islam  …, hlm. 100
 [7]  Ibid., hlm. 101
[8] Ibid., hlm. 100-101
[9] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 21
[10] Ibid., hlm. 22
[11] Ibid., hlm. 22
[12] Ahmad Mustafa, Filsafat Islam  …, hlm. 100
               [13] Ibid., hlm. 110
[14]Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), Hlm. 43 
[15] Maftukin, Filsafat Islam (Yogjakarta: Teras, 2012), hlm. 82
[16] Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam konsep, Filsuf dan ajarannya, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), hlm. 54
[17] Adalah  suatu  atau  kepercayaan  yang tidak mempergunakan atau mengikuti metode  apapun yang ada,  melainkan mengambil apa yang paling baik dari metode filsafat yang sudah ada.
[18] Ahmad Mustafa, Filsafat Islam  …, hlm. 102-103
[19] Ibid., hlm. 103
[20] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 24
[21] Ibid., hlm. 25
[22] Ibid., hlm. 26
[23] Ibid., hlm. 26
[24] Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam konsep..., hlm. 55-57
[25] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 16
[26] Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim Pembuka Gerbang Filsafat Barat Modern                  (Yogyakarta: LKIS, 2004), hlm. 56
[27] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 27
[28] Ahmad Mustafa, Filsafat Islam  …, hlm. 104
[29] Ibid., hlm. 105
[30] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 28
               [31] Ahmad Mustafa, Filsafat Islam  …, hlm. 106
[32] Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf..., hlm. 47-50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar