MAKALAH
KARAKTERISTIK
PEMIKIRAN AL KINDI
(Revisi)
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Filsafat Islam”
Dosen Pembimbing:
Dr.
Teguh, M.Ag.
Disusun
Oleh :
Baru Muhamad Yusuf
NIM. 2831123005
Jurusan : Ushuluddin
Prodi : Tafsir Hadits
Semester : III (tiga)
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(AIN)
TULUNGAGUNG
JANUARI 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdullilah penyusun ucapkan ke hadirat allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, Keluarga beserta sahabat-sahabatnya dan para pengikut beliau yang
telah ikhlas memeluk agama Allah SWT dan mempertahankannya sampai akhir hayat
dan kita berharap semoga diakui umatnya dan tergolong orang-orang yang mendapat
syafa’at beliau min yaumina hadza ila yaumil qiyamah amin.
Alhamdulillah makalah yang berjudul ”Karakteristik Pemikiran Al Kindi”
dapat saya selesaikan sesuai dengan waktu yang telah di tentukan .Oleh karena
itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.
Bpk Teguh Sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
materi serta pengarahan sehingga makalah ini bisa terselesaikan.
2.
Seluruh pihak yang terkait dalam penyelesaian tugas ini.
Semoga segala bimbingan dan bantuan yang telah di berikan dapat menjadi
amal hasanah, maslahah dan mendapatkan ridho dari allah SWT teriring do’a:
Jazakumulloh
khoirol jaza’ jazakumulloh ahsanal jaza’.
Sebagai penutup penyusun menyadari bahwa masih banyak kekhilafan dan
kekurangan dalam makalah ini,oleh sebab itu penyusun mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat berguna, bermanfa’at,
barokah di dunia dan di akhirat amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................
i
Kata Pengantar.................................................................................................
ii
Daftar Isi.........................................................................................................
iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah....................................................................
1
B. Rumusan
Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan
Pembahasan...........................................................................
2
Bab
II Pembahasan
A.
Biografi Al
Kindi.............................................................................
3
B.
Karya dan Pemikiran
Al Kindi.........................................................
5
Bab III Penutup
A.
Kesimpulan...................................................................................... 15
B.
Saran...............................................................................................
17
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam rangka mencari kebenaran yang
sesungguhnya, kita tidak dapat lepas dengan mencari atau mempalajari
teori-teori yang sudah ada dari para ilmuan terdahulu. Banyak para ilmuan yang
sudah mengemukakan dengan teori-teori mereka. Misalkan seorang tokoh filosof
yang sangat mashur di dunia yaitu Plato, yang terkenal dengan teori ontology, dan seorang muridnya yang
tidak kalah mashurnya di dalam kajian tokoh filsafat Yunani, yaitu Aristoteles,
yang terkenal dengan teori kosmologi.
Mereka saling mengutarakan pemikiran mereka guna mencari kebenaran tentang
Tuhan yang sesungguhnya. Dan mungkin banyak yang mengira bahwa mencari
kebenaran tentang Tuhan yang sebenarnya adalah hal tidak mungkin, namun semua
itu dibantah dengan para Filosof yang menggunakan logika mereka demi mencari
bukti bahwa Tuhan dapat dicari kebenaran Nya.
Bahkan yang lebih mengerikan lagi,
dan kita tidak memungkiri, bahwa banyak pesantren yang menolak adanya
pembelajaran hal ini. Para kiyai berpegang teguh dengan apa yang dikatakan oleh
Khujatul Islam yakni Imam Al Ghozali
dalam karyanya Tahafut Al Falasifah, yang
intinya melarang seorang Muslim untuk mempelajari Filsafat karena dianggap
menyesatkan.
Untungnya pada
pembahasahan kali ini, yaitu tentang pemikiran Al Kindi, yang mana tidak
termasuk Filosof Muslim yang di klaim sesat dan bahkan wajib dikafirkan dalam
sebuah karangan Imam Al Ghazali yaitu dalam kitab “Munqid min Al Dholal”[1]
jadi ketika mempelajari pemikiran Al Kindi, setidakna kita bisa mengetahui
bahwa sesungguhnya Filosof Muslim ternyata ada yang dibenarkan.
Namun dibeberapa waktu kemudian
munculah respect terhadap karya Imam Al Ghozali tersebut, yakni seorang Filosof
Muslim yang namanya juga terkenal di khalayak umat Islam yaitu Ibnu Rush, yang
mengecam pendapat Al Ghazali tentang filsafat. Semua itu dituangkan dalam sebuah kitabnya yang berjudul Tahafuth Al Tahafuth.
Lain halnya itu, ternyata bukan
orang Yunani saja yang Respeck terhadap
filsafat, banyak tokoh Muslim yang ikut andil dalam hal ini, diantaranya adalah
Al Kindi. Bagai mana semuanya tentang Al Kindi?, mari kita bahas pada makalah
yang cukup singkat ini. Yang mana makalah ini kami susun setelah adanya beberapa
masukan ataupun kritikan dari beberapa orang yang kami anggap ahli dibidang
ini. Maka dari itu, setidaknya kami akan lebih memperjelas tentang semua yang
ada pada diri Al Kindi mulai dari biografi, karya-karya beliau dan
pemikiran-pemikiran beliau.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan
makalah ini di antaranya:
- Bagaimana
biografi Al Kindi?
- Apa
saja karya-karya dan pemikiran Al Kindi?
C.
Tujuan
Pembahasan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
- Untuk
mengetahui biografi Al Kindi
- Untuk
mengetahui karya-karya dan pemikiran Al Kindi
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biogarfi Al Kindi
Nama Al Kindi, adalah nisbat pada suku
yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu banu
kindah. Banu kindah adalah suku keturunan kindah yang sejak dulu menempati
daerah selatan suku Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan
yang cukup tinggi dan banyak dikagumi masyarakat.[2]
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf, ya’kub
Ibnu Ishak al sabah, ibnu imron ibnu kays Al Kindi, keturunan suku kays. Lahir
pada tahun 185 H(801 M) di Kufah, nama orang tuanya Ishak Ashshabbah dengan
jabatan gubernur di Kufah, pada masa pemerintahan Al mahdi dan harun Al Rasyid
dari bani Abbas.[3]
Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al Kindi lahir, jadi ia dibesarkan dan
dididik dalam keadaan yatim.[4]
Al Kindi (801 -873 M) dalam dunia barat
terkenal dengan nama Al Kindus.[5] Al
Kindi yang dilahirkan di Kufah pada masa kecilnya memparoleh pendidikan di
Bashrah. Tentang siapa guru-guruya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam
sejarah hidupnya. Tetapi, ia
dipastikan belajar ilmu-ilmu seperti kurikulum yang ada pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur’an,
membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran dasarnya di
Bashrah, ia melanjutkan pendidikannya ke Baghdad hingga tamat, ia mahir sekali
dalam berbagai bidang ilmu pada waktu itu, seperti ilmu ketabiban(kedokteran),
ilmu filsafat, ilmu hitung, ilmu mantiq(logika), astronomi, geometri dan
lain-lain. Singkatnya, ilmu-ilmu yang
berasal dari Yunani juga ia pelajari, dan sekurang-kurangnya bahasa yang
menjadi bahasa ilmu pengetahuan kala itu, ia dapat menguasainya dengan baik,
yaitu bahasa Syuryani . dari
buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Syuryani inilah Al
Kindi menerjemahkannya kedalam bahasa Arab.[6]
Ibnu Abi Usaibiah (w.668/1269H), pengarang kitab
Tabaqat Attiba’ menuliskan al-Kindi
sebagai salah satu diantara empat penerjemah yang mahir pada masa penerjemahan
itu. Tiga orang lainnya adalah Hunanin bin Ishaq, Tsabbit bin Qurrah dan Umar
bin Farkhan at-Thabari. Sebagian penulis ada yang menganggap al-Kindi tidak
terlibat dalam gerakan penerjemahan tersebut. Akan tetapi setidaknya dia ikut
memperbaiki terjemahan Arab dari sejumlah buku. Aktivitasnya lebih banyak
menyimpulkan pandangan filsafat yang sulit difaham dan kemudian mengarang
sendiri. [7]
Nama Al Kindi
menanjak popular, setelah hidup di istana pada masa Al Mu’tasim yang
menggantikan kholifah Al Makmun pada tahun 218 H(833 M). karena pada saat itu,
Al Kindi dipercaya oleh Al Muktasim untuk mendidik putranya yang bernama Ahmad
bin Muktasim sebagai guru pribadinya. Pada masa inilah, Al Kindi barkesempatan
menulis karya-karya, setelah masa Al Makmun menerjemahkan kitab Yunani kedalam
bahasa Arab.[8]
Pada saat ini
pulalah, ketika Al Kindi hidup di Istana sebagai guru pribadi putra Al
Mukhtasim, Yakni Ahmad Bin Mukhtasim sebagai orang yang berkecimpung dalam
dunia filsafat, ia mendapat tantangan yang sengit dari seorang ahli Hadits
pada masa itu, yakni Ja’far bin Muhamad Al Balakhi.[9]
Kemashuranya
dapat diketahui melalui tulisan Ibnu Abi Usaibia, yang menyatakan” Muhamad dan
Ahmad, putra dari Musa Ibnu Shakir, telah menyatakan permusuhan bagi siapa saja
yang terkemuka dalam Ilmu pengetahuan (filsafat)“. Mereka ini telah
mengutus seseorang yang bernama Sanad Ibnu Ali ke kota Baghdad, dengan suatu
perintah agar ia berusaha supaya Al Kindi dapat dihalau dari Istana. Komplotan
ini berhasil baik, sehingga Al Kindi diperintahkan agar dijatuhi hukuman dera. Segala perpustakaannya
dikosongkan dan di letakkan disuatu tempat dengan dibubuhi” Pustaka Al Kindi”.
Akan tetapi tidak lama kemudian pustaka itu diberikan kepada Al Kindi kembali.[10]
Al Kindi banyak mengarang buku yang
kurang lebih berjumlah 241 dalam berbagai
bidang ilmu yang terutama pada bidang ilmu filsafat, logika, aritmatika,
astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, music, matematika dan sebagainya.
Dari karangan-karangannya dapat diketahui bahwa Al Kindi termasuk Aliran
Eklektisme: dalam masalah metafisika dan kosmologi menganut atau mengambil
pendapat-pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, dalam
masalah etika mengambil pendapat Socrates dan Plato.[11]
Dalam abad-abad akhir ini peta pemikiran al-Kindi
mulai dapat dideteksi, karena ditemukannya 25 karyanya, yang kemudian
diterbitkan menjadi 2 jilid. Jilid pertama diterbitkan pada 1950 dan yang kedua
pada tahun 1953 di Kairo dengan judul Rasail al-Falsafiyyah. Al-Kindi
dijuluki dengan filsuf Arab pertama, karena dia adalah satu-satunya filsuf yang
berdarah Arab murni.[12]
B. Karya-karya dan Pemikiran Al Kindi
1. Karya-Karya Al
Kindi
Karya ilmiyah Al Kindi kebanyakan hanya berupa
makalah-makalah, tetapi jumlahnya amat banyak. Ibnu Nadzim dalam kitabnya al
Fihrits, menyebutkan lebih dari 230 buah. George N Atiyeh menyebutkan bahwa
judul makalah karangan Al Kindi ada 270 buah. Dalam bidang filsafat, makalah
karangan Al Kindi pernah diterbitkan oleh Prof. Abu Ridah
(1950) dengan judul Rasail Al Kindi
(makalah-makalah Al Kindi) yang
berisi 29 makalah. Prof Ahmad Fuad Al Ahwani pernah menerbitkan makalah Al
Kindi dengan memberi nama”kitab Al Kindi ila al mu’tashim billah fi Al
Falsafah Al Ula”. [13]
Karangan-karangan Al Kindi mengenai Filsafat menunjukkan
penelitian dan kecermatannya dalam memberikan batasan-batasan makna-makna
Istilah yang dipergunakan dalam terminologi Ilmu filsafat.masalah-masalah yang
ia bahas mencakup epistimologi,metafisika, etika, dan sebagainya.[14]
Sabagai seorang pelopor yang dengan sadar mempertemukan
antara Agama dengan Filsafat Yunani, Al Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah
semulia-mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya. Dan berfilsafat merupakan
kewajiban bagi setiap ahli pikir(ulul albab). Pernyataan ini tertuju
kepada ahli Agama yang mengingkari filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik,
jalan menuju kekafiran dan keluar dari Agama.[15]
Beberapa karangan
al-Kindi, baik yang ditulis sendiri atau ditulis ulang penulis lainnya,
diantaranya:[16]
1.
Kitab Kimia
al-‘itr (Book of the Chemistry of Perfume)
2.
Kitab fi
Isti’mal al-Adad al-Hindi (On the Use of The Indian Numerals)
3.
Risala fi I-illa
al-Failali i-Madd wa i-Fazr (Treatise on the efficient Cause of The Flow and
Ebb)
4.
Kitab
as-Shu’a’at (Book of the Rays)
5.
The Medical
Formulary of Aqrabadhin of al-Kindi, by M. Levey (1996).
6.
Al-Kindi’s
Metaphysics: a Translaton of Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First
Philosopy”(fi al-Falsafah al-Ula), by Alfred L. Ivry (1974)
7.
Scientific
Weather Forecasting in The Middle Ages The Writings of al-Kindi, by Gerrit Bos and
Charles burnett (2000)
8.
Al-Kindi’s
Treatis on Cryptanalysis, by M. Mrayati, Y. Meer Alam and M. H. At-Tayyan
(2003).
Dari karangan-karangannya, dapat diketahui bahwa Al Kindi
adalah penganut aliran eklektisisme;[17]
dalam metefisika dan kosmologi mengambil pendapat Aristotetes, dalam psikologi
ia mengambil pendapat Plato, dalam etika ia mengambil pendapat Socrates dan
Plato. Meskipun demikian keprobadian Al Kindi sebagai filosof muslim tetap
terjaga. Dengan demikian, bagi Al Kindi berfilsafat tidaklah berakibat
mengaburkan dan menguburkan keyakinan Agama. Seperti yang dituduhkan orang
kepadanya. Karena filsafat sejalan dan dapat dikatakan mengabdi terhadap Agama.
2.
Definisi
Filsafat Menurut Al Kindi
Al Kindi menyajikan beberapa pendapat mengenai arti dari filsafat,
tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang menjadi miliknya. Yang disajikan
adalah definisi-definisi terdahulu, itupun tanpa menegaskan dari siapa
diperolehnya. Mungkin dengan menyebutkan berbagai macam definisi itu
dimaksudkan bahwa pengertian yang sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang
ada, tidak hanya ada pada salah satunya. Hal ini berarti bagi Al Kindi, bahwa
untuk memperoleh pengertian sacara lengkap tenteng apa filsafat itu harus
memperhatukan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi filsafat.
Definisi-difinisi Al Kindi tentang filsafat sebagai berikut:[18]
Ø Filsafat terdiri dari dua gabungan kata yaitu Philo
(sahabat) dan Sophia (kebijaksanaan). Filsafat adalah cinta kepada
kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologi Yunani dari kata-kata itu.
Ø Filsafat adalah upaya-upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan
Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Difinisi ini
marupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi tingkah laku
manusia.
Ø Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimagsud
mati adalah bercerainya jiwa dari badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah
mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu yang
mengatakan bahwa kenikmatan adalah suatu kejahatan. Definisi ini juga merupakan
definisi fungsional, yang bertolak pada segi tingkah laku manusia.[19]
Ø Filsafat ialah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut
kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keEsaan(wahdaniyah),
ilmu keutamaan(fadhilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara
memperolehnya, serta menjauhi perkara yang merugikan. Jadi tujuan seorang
Filosof bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu
mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat dengan kebenaran, semakin dekat pula dengan kesempurnaan.[20]
Unsur- unsur pemikiran yang mempengaruhi
filsafatnya:[21]
1.
Pemikiran Pitagoras tentang matematika sebagai jalan kearah filsafat.
2.
Pemikiran Aristoteles dari fisika-fisikanya.
3.
Pemikiran Plato dan Aristoteles dalam etiknya.
4.
Pemikiran plato dalam kejiwaannya.
5.
Wahyu dan Iman dalam hubungannya dengan Tuhan dan sifat-sifatNya.
6.
Pemikiran Mu’tazilah dalam menekan rasio dan menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an.
Dalam pandangan filsafat fisikanya disebutkan bahwa alam ini ada
sebabnya yang jauh, yang menjadikan, yaitu Allah yang mengaturnya dan
menciptakan semuanya sebagai sebab dari yang lainnya. Alam itu tidak mempunyai
asal, kemudian ada karena diciptakan, maka alam itu mustahil Qodim. Di dalam
ala ini terdapat bermacam-macam gerak. Disamping itu juga ada 4 macam sebab:
sebab materi( illat unsur/ material cause), illat bentuk (illat
Syuriyah;formal couse), illat pencipta (illat failah;moving couse),
dan illat tujuan (illat ghoiyah;final cause).
Di dalam menjelaskan tentang barunya alam, dalilnya berpangkal pada
arti gerak dan waktu, bahwa gerak dan waktu tidak mempunyai wujud yang berdiri
sendiri. Gerak terdapat sesuatu yang mempunyai zaman, berarti gerak itu ada
ketika benda juga ada. [22]
Pemikiran dibidang metafisika lebih dititikberatkan kepada masalah
hakikat Tuhan, bukti-bukti dan sifat Tuhan. Menurutnya Tuhan adalah wujud tang
hak (benar), yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak
ada. Ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi tuhan adalah wujud sempurna yang
tidak ada yang lain mendahuluiNya.
Al Kindi mengemukakan tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan.
Ø Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya,
jadi wajib ada yang menciptakan dari ketiadaan, jadi pencipta awal adalah
Tuhan.
Ø Dalam alam tidak mungkin ada keragaman tanpa
keseragaman atau keseragaman tanpa keragaman. Tergabungnya keragaman dan
keseragaman bersama-sama, bukanlah karena kebetulan, tetapi karena adanya suatu
sebab, dan sebab pertama adalah Tuhan.
Ø Kerapian alam tak mungkin terjadi tanpa ada yang
merapikan (mengaturnya). Yang mengatur atau merapikan alamnyata adalah Tuhan.[23]
Menurut al-Kindi
filsafat tertinggi adalah filsafat ketuhanan, sebagaimana ungkapannya, “Falsafah
yang termulia derajadnya adalah falsafah utama, yaitu ilmu tentang yang benar
pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar”. Kebenaran ialah
kesesuaian apa yang ada dalam akal dengan apa di luar akal. Dalam alam terdapat
benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indera. Benda-benda ini merupakan
juziyyah (particular). Yang penting bagi falsafah yang tidak terhingga
banyaknya itu, tetapi yang penting adalah hakikat yang ada dalam juziyah itu,
yaitu kulliyah (universal). Tiap-tiap benda memiliki dua hakikat, hakikatnya
sebagai juzi dan ini disebut aniyyah, dan hakekat sebagai kully
dan ini disebut mahiyyah, yaitu hakekat yang bersifat universal dalam
bentuk genus dan species.[24]
Tuhan dalam filsafat Al Kindi tidak mempunyai makna aniah atau mahiah.
Tidak aniah karena
Tuhan bukan termasuk benda-benda yang ada di dalam alam. Bahkan Ia adalah
pencipta alam. Juga tuhan bukan berarti mahiah artinya Tuhan bukan merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada satupun yang dapat
menyerupainya.[25]
Bagi Al Kindi, fungsi filsafat
adalah bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntuk keunggulan
yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama
sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi mencapai kebenaran dan
mau merendahkan dirinya sebagai penunjang wahyu. Ia mendefinisikan filsafat
sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu tentang sejauh pengetahuan manusia.
Karena itu Al Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan
dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat.[26]
3.
Filsafat Pengetahuan
(Efistimologi)
Menurut Al
Kindi, ada 3 pengetahuan manusia yaitu:[27]
a.
Pengetahuan Indrawi
Ini terjadi langsung ketika
seseorang mengamati terhadap suatu objek maretial dan dalam proses yang tanpa
tenggang waktu dan upaya pindah ke imajinasi kemudian ke tempat penampungannya
yang disebut Hafidzah. Pengetahuan dengan jalan ini selalu berubah, selalu
dalam keadaan menjadi, bergerak, berlebih dan berkurang baik dari segi
kwalitasnya dan kwantitasnya.
b.
Pengetahuan Rasional
Pengetahuan
tentang sesuatu yang didapat dan diperoleh dengan menggunakan akal bersifat
universal, bukan parsial. Objek pengetahuan rasional berupa genus atau spesies.
Contoh, orang mengamati manusia yang berbadan tegak, dengan dua kaki, pendek, jangkung, berkulit putih atau
berkulit hitam, dan sebagainya, makacontoh seperti inilah yang dinamakan
pengetahuan indrawi, namun contoh yang bersifat rasional adalah mengamati
manusia, menyelidiki hakikatnya hingga sampai kepada kesimpulan bahwa manusia
adalah makhluk yang berfikir (Rational Animal:hawan natiq).[28]
c.
Pengetahuan Isyraqi (iluminatif)
Pengetahuan yang
langsung dari pancaran nur Ilahi. Pengetahuan ini diperoleh oleh para Nabi dan Rasul.[29]
Pengetahuan
ini sangat sukar dibuktikan dengan akal. Pengetahuan Isyroqi tersebutjuga selain Nabi pun sukar untuk
mendapatkannya, mungkin Cuma orang-orang yang berhati suci yang dapat
memperoleh pengetahuan seperti ini.[30]
Untuk memberi contoh perbedaan pengetahuan manusia yang diperoleh
dengan jalan upaya dan pengetahuan Nabi yang diperoleh dengan cara wahyu, Al
Kindi mengemukakan pernyataan orang-orang kafir tentang bagai mana mungkin
Tuhan akan membangkitkan manusia kembali dari alam kuburnya setelah tulang
belulangnya hancur menjadi tanah. Sebagai mana termaktub dalam Al Qur’an surat
Yasin Ayat 78-82:[31]
z>uÑur $oYs9 WxsWtB zÓŤtRur ¼çms)ù=yz ( tA$s% `tB ÄÓ÷Õã zN»sàÏèø9$# }Édur ÒOÏBu ÇÐÑÈ ö@è% $pkÍósã üÏ%©!$# !$ydr't±Sr& tA¨rr& ;o§tB ( uqèdur Èe@ä3Î/ @,ù=yz íOÎ=tæ ÇÐÒÈ Ï%©!$# @yèy_ /ä3s9 z`ÏiB Ìyf¤±9$# Î|Ø÷zF{$# #Y$tR !#sÎ*sù OçFRr& çm÷ZÏiB tbrßÏ%qè? ÇÑÉÈ }§øs9urr& Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur AÏ»s)Î/ #n?tã br& t,è=øs Oßgn=÷WÏB 4 4n?t/ uqèdur ß,»¯=yø9$# ÞOÎ=yèø9$# ÇÑÊÈ !$yJ¯RÎ) ÿ¼çnãøBr& !#sÎ) y#ur& $º«øx© br& tAqà)t ¼çms9 `ä. ãbqä3usù ÇÑËÈ
78. dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia
lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan
tulang belulang, yang telah hancur luluh?"
79. Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh
Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang
segala makhluk.
80. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari
kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu".
81. dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan
bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan
Dialah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui.
82.
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.
4. Falsafat Jiwa
Menurut Al-Kindi, substansi ruh adalah sederhana
(tidak tersusun) dan kekal. Ia memiliki arti yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Dia sempurna dan mulia karena substansinya berasal dari
Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.
Jiwa menurut al-Kindi, adalah prinsip kehidupan yang mempengaruhi tubuh organik
untuk beberapa saat lamanya dan melepaskannya.
Jiwa merupakan entitas tunggal yang substansinya
sama dengan substansi pencipta sendiri karena dia sesungguhnya adalah limpahan
dari substansi Tuhan sebagaimana sinar matahari dengan matahari iru sendiri.
Sekalipun dia tergabung dalam satu tubuh tapi sesungguhnya dia terpisah dan
independen dari tubuh. Tubuh adalah rintangan bagi jiwa sehingga ketika jiwa
meninggalkan tempat sementaranya (tubuh), maka dia akan bersatu dengan dunia
intelek dan bersatu denganNya.
Meskipun
demikian, nasib mulia ini bisa diingkari oleh manusia yang tertarik pada
kesenagan-kesenangan jasmaniyah. Karena itu tidak semua jiwa akan bergabung
dengan dunia akali yang terletak di seberang langit. Bagi orang yang hidupnya
tenggelam dalam kontemplasi dan tidak mengumbar kesenangan-kesenangan hidup,
dialah orang yang bijak yang mengarahkan hidupnya sesuai dengan Tuhan. Jiwa
inilah yang langsung bergabung dengan dunia intelek begitu dia terlepas dari
penjara tubuh. Tetapi, bagi jiwa yang terbelenggu pada kesenangan jasmani, maka
jiwanya akan mengalami penyucian terlebih dahulu secara bertahap dengan singgah
dulu di bulan, Merkuri dan planet-planet lain sehingga jiwa tersebut bersih dan
pantas di bawa ke dunia akali.
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga; daya
bernafsu (appetitive), daya pemarah (irrascible) dan daya
berfikir (cognitive/rasional). Sebagaimana Plato ia membandingkan ketiga
kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya fikir sebagai sais kereta, dan dua
kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta
tersebut. jika akal budi dapat berkembang dengan baik maka dua jiwa lainnya
dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang dalam hidupnya dikendalikan
nafsu berahi dan amarah diibaratkan al-Kindi sebagai anjing dan babi, sedang
mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya diibaratkan sebagai raja.
Sekalipun ketiga daya itu merupakan daya yang
dimiliki jiwa, namun sering kali al-Kindi merujuk pada daya berfikir sebagai
daya yang dikaitkan dengan kemampuan jiwa, sedang daya appetitive dan irrascible
dikaitkan dengan tubuh. Hal ini menurut
pandangan al-Kindi daya appetitive dan irrasceble ada semata-mata
untuk pertumbuhan dan pelestarian (jiwa) hewani yang berkaitann dengan badan
(wadag). Sementara yang pertama demi membantu penyempurnaannya sehingga tidak
mengherankan ketika ia menjelaskan arti penting jiwa dalam kehiidupan manusia
adalah sebagai pengatur keinginan hawa nafsu, dimaana jiwa selalu menentang
keinginan hawa nafsu, ia gunakan untuk membedakan jiwa dari badan. Bagi
al-Kindi badan memiliki hawa nafsu dan sifat pemarah sedang jiwa menetangnya. Jelas
antara yang menetanag dan ditentang tidak sama. Dengan perantara ruhklah
manusia memoeroleh pengetahuan yang sebenarnya. Di sini jelas bahwa yang
dimaksud dengan jiwa disini adalah merujuk pada daya fikir atau rasional
faculty.[32]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nama Al Kindi, adalah nisbat pada suku yang menjadi
asal cikal bakalnya, yaitu banu kindah.
Banu kindah adalah suku keturunan kindah yang sejak dulu menempati daerah
selatan suku Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang
cukup tinggi dan banyak dikagumi masyarakat. Al
Kindi yang dilahirkan di Kufah pada masa kecilnya memparoleh pendidikan di
Bashrah. Tentang siapa guru-guruya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam
sejarah hidupnya. Tetapi, ia
dipastikan belajar ilmu-ilmu seperti kurikulum yang ada pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur’an,
membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran dasarnya di
Bashrah, ia melanjutkan pendidikannya ke Baghdad hingga tamat, ia mahir sekali
dalam berbagai bidang ilmu pada waktu itu, seperti ilmu ketabiban(kedokteran),
ilmu filsafat, ilmu hitung, ilmu mantiq(logika), astronomi, geometri dan
lain-lain. Singkatnya, ilmu-ilmu yang
berasal dari Yunani juga ia pelajari, dan sekurang-kurangnya bahasa yang
menjadi bahasa ilmu pengetahuan kala itu, ia dapat menguasainya dengan baik,
yaitu bahasa Syuryani . dari
buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Syuryani inilah Al
Kindi menerjemahkannya kedalam bahasa Arab.
Al Kindi banyak
mengarang buku yang kurang lebih berjumlah 241 dalam berbagai
bidang ilmu yang terutama pada bidang ilmu filsafat, logika, aritmatika,
astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, music, matematika dan sebagainya. Dari
karangan-karangannya dapat diketahui bahwa Al Kindi termasuk Aliran Eklektisme:
dalam masalah metafisika dan kosmologi menganut atau mengambil
pendapat-pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, dalam
masalah etika mengambil pendapat Socrates dan Plato. Sabagai seorang pelopor yang dengan sadar
mempertemukan antara Agama dengan Filsafat Yunani, Al Kindi mengatakan bahwa
filsafat adalah semulia-mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya. Dan
berfilsafat merupakan kewajiban bagi setiap ahli pikir(ulul albab).
Pernyataan ini tertuju kepada ahli Agama yang mengingkari filsafat dengan dalih
sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari Agama.
Pemikiran
dibidang metafisika lebih dititikberatkan kepada masalah hakikat Tuhan,
bukti-bukti dan sifat Tuhan. Menurutnya Tuhan adalah wujud tang hak (benar),
yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada. Ia
selalu ada dan akan selalu ada. Jadi tuhan adalah wujud sempurna yang tidak ada
yang lain mendahuluiNya. Dalam pandangan filsafat fisikanya disebutkan bahwa alam
ini ada sebabnya yang jauh, yang menjadikan, yaitu Allah yang mengaturnya dan
menciptakan semuanya sebagai sebab dari yang lainnya. Alam itu tidak mempunyai asal, kemudian ada karena
diciptakan, maka alam itu mustahil Qodim. Di dalam ala ini terdapat
bermacam-macam gerak. Disamping itu juga ada 4 macam sebab: sebab materi( illat
unsur/ material cause), illat bentuk (illat Syuriyah;formal couse),
illat pencipta (illat failah;moving couse), dan illat tujuan (illat
ghoiyah;final cause).
Menurut Al Kindi, pengetahuan ada tiga macam,
yaitu: pengetahuan indrawi, pengetahuan rasional dan pengetahuan iluminatif.
Sedangka pandangannya mengenai jiwa yaitu bahwasanya Jiwa merupakan entitas tunggal yang substansinya sama
dengan substansi pencipta sendiri karena dia sesungguhnya adalah limpahan dari
substansi Tuhan sebagaimana sinar matahari dengan matahari iru sendiri. Sekalipun
dia tergabung dalam satu tubuh tapi sesungguhnya dia terpisah dan independen
dari tubuh. Tubuh adalah rintangan bagi jiwa sehingga ketika jiwa meninggalkan
tempat sementaranya (tubuh), maka dia akan bersatu dengan dunia intelek dan
bersatu denganNya.
B. Saran
Dalam pembuatan
makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
mungkin disebabkan karena masih minimnya pengetahuan penulis terutama pada materi yang sekarang ada pada pembaca
sekalian, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun
demi sempurnanya makalah berikutnya. Dan
apabila makalah ini bisa untuk acuan pembelajaran maka penulis mengucapkan
terimakasih atas kepercayaan pembaca terhadap makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Hamdi, Ahmad
Zainul. Tujuh Filsuf Muslim Pembuka
Gerbang Filsafat Barat Modern. Yogyakarta: LKIS,
2004
Mustafa, Ahmad. Filsafat
Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1997
Maftukin, Filsafat Islam Yogjakarta:
Teras, 2012
Nasution, Harun Falsafat dan
Mistisme Dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1973
Sudarsono, Filsafat
Islam Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Supriadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam konsep,
Filsuf dan ajarannya. Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2009
Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan
Filsafatnya Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010
[1] Lihat Munqid Min Al Dholal فوجب تكفيرهم وتكفير شيعتهم من
المتفلسفة الإسلاميين . كابن سينا والفارابي وأمثالهما .......
[2] Ahmad Mustafa,
Filsafat Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), hlm. 99
[3] Sudarsono, Filsafat Islam (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004), hlm. 21
[4] Ahmad Mustafa,
Filsafat Islam …, hlm. 99
[5] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 21
[6] Ahmad Mustafa,
Filsafat Islam …, hlm. 100
[8] Ibid., hlm. 100-101
[9] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 21
[10] Ibid., hlm. 22
[11] Ibid., hlm. 22
[12] Ahmad Mustafa,
Filsafat Islam …, hlm. 100
[14]Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010), Hlm. 43
[15] Maftukin, Filsafat Islam (Yogjakarta: Teras, 2012), hlm. 82
[16] Dedi Supriadi, Pengantar
Filsafat Islam konsep, Filsuf dan ajarannya, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2009), hlm. 54
[17] Adalah suatu atau kepercayaan yang tidak mempergunakan atau mengikuti
metode apapun
yang ada, melainkan mengambil apa yang paling baik dari metode filsafat yang sudah ada.
[18] Ahmad Mustafa,
Filsafat Islam …, hlm. 102-103
[19] Ibid., hlm. 103
[20] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 24
[21] Ibid., hlm. 25
[22] Ibid., hlm. 26
[23] Ibid., hlm. 26
[25] Harun
Nasution, Falsafat dan Mistisme Dalam
Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 16
[26] Ahmad Zainul
Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim Pembuka
Gerbang Filsafat Barat Modern (Yogyakarta:
LKIS, 2004), hlm. 56
[27] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 27
[28] Ahmad Mustafa,
Filsafat Islam …, hlm. 104
[29] Ibid., hlm. 105
[30] Sudarsono, Filsafat Islam…, hlm. 28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar