Minggu, 17 Mei 2015

AYAT ILMU DAN TEKHNOLOGI


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ayat Tentang Ilmu
Ilmu merupakan  Kata yang berasal dari bahasa ‘arab ‘ilm yang sepadan dengan makna pengetahuan, ilmu merupakan antonym dari kata jahl yang yang berarti ketidaktahuan/ kebodohan. Kata ilmu biasanya disepadankan dengan kata ma’rifah (pengetahuan) fiqh (pemahaman) hikmah (kebijaksanaan) dan syu’ur (perasaan)[1] merujuk kekamus besar bahasa Indonesia ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu.[2]
Dari beberapa devinisi diatas, kita dapat memahami bahwa sebuah penetahuan sangat dipentingkan dalam berbagai bentuk pengejewantahan terhadap beberapa problem yang tengah dihadapi masyarakat dalam beberapa kurun waktu tertentu. Karena dengan memiliki pengetahuan manusia dengan sendirinya akan mempunyai sifat yang melekat seperti: Figh, bijaksana, Syu’ur, dan lain sebagainya. Karena dengan pengetahuanlah manusia akan mempunyai predikat Khalifah Fil Ard sebagaimana yang pernah Allah amanatkan ketika awal mula pemilihan siapa yang berhak menempati bumi yang telah diciptakan Allah.[3] Dari kejadian itu, hendaknya kita bisa mengintropeksi diri bahwa sepenarnya Allah memberi derajat yang lebih mulia kepada manusia dibandingkan makhluk Allah yang lain. Maka dari itu kita hendak menjadi manusia yang tidak melupakan amanat yang telah diberikan Allah kepada kita.
Kata  ilmu  dengan  berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini  digunakan  dalam  arti  proses  pencapaian pengetahuan  dan  objek  pengetahuan.  'Ilm  dari  segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari  akar katanya  mempunyai ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata 'alam (bendera), 'ulmat (bibir    sumbing), 'a'lam (gunung-gunung), 'alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang  sesuatu.  Sekalipun  demikian, kata  ini  berbeda  dengan  'arafa  (mengetahui)'  a'rif (yangmengetahui), dan ma'rifah (pengetahuan).[4]
Dengan begitu banyaknya pengulangan kata ‘Ilm dalam Al-Qur’an, hal ini menunjukkan bahwa ilmu sangatlah penting. Hal ini dilandasi dengan salah satu Ayat Al-Qur’an yang menghimbau terhadap umat Muslim agar tidak mengikuti peperangan smuanya di medan perang, sebagian kecil dari mereka harus mengembangkan Ilmu, harus memperdalam ilmu pengetahuan. Karena seperti yang kita tahu bahwa Agama Islam bukanlah Din Al ‘Aqidah wa Syari’ah, tetapi Agama Islam adalah Din Al ‘Ilm wa Tsaqofah, Din Al Adab wa Al Khadharah wa Tamaddun. Sebagaimana yang tertera dalam QS At Taubah: 122.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ.
Artinya: dan tidak sepatutnya orang-orang Mukmin itu semuanya pergi(kemedan perang). Mengapa tidak sebagian dari golongan mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu pengetahuan Agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.( Surat At Taubah:122).
Arti mufradat surat At Taubah ayat 122
ليتفقهوا في الدين  : ليعلموا أحكام وأسرار شرائعه .
ولينذروا قومهم  : ليخوفوهم عذاب النار بترك العمل بشرع الله .
لعلهم يحذرون  : عذاب الله تعالى بالعلم والعمل .[5]
نفر : خرج للجهاد . الفرقة : الجماعة الكثيرة . الطائفة : الجماعة القليلة.[6]

قوله عزّ وجلّ: وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً، قال ابن عباس في رواية الكلبي: لما أنزل اللّه عزّ وجلّ عيوب المنافقين في غزوة تبوك كان النبيّ صلى اللّه عليه وسلّم يبعث السرايا فكان المسلمون ينفرون جميعا إلى الغزو ويتركون النبيّ صلى اللّه عليه وسلّم وحده، فأنزل اللّه عزّ وجلّ هذه الآية.[7]

قوله تعالى: فَلَوْ لا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ، : فهلا خرج إلى الغزو من كل قبيلة جماعة ويبقى مع رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلّم جماعة، لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ، يعني: فرقة القاعدين يتعلّمون القرآن والسّنن والفرائض والأحكام، فإذا رجعت السرايا أخبروهم بما أنزل اللّه بعدهم على نبيّه من القرآن.[8]
لِيَتَفَقَّهُوا القاعدون فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ أي ليتعلموا العلم الشرعي، ويعلموا معانيه، ويفقهوا أسراره، وليعلموا غيرهم، ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم.

ففي هذا فضيلة العلم، وخصوصا الفقه في الدين، وأنه أهم الأمور، وأن من تعلم علما، فعليه نشره وبثه في العباد، ونصيحتهم فيه فإن انتشار العلم عن العالم، من بركته وأجره، الذي ينمى له.
وأما اقتصار العالم على نفسه، وعدم دعوته إلى سبيل اللّه بالحكمة والموعظة الحسنة، وترك تعليم الجهال ما لا يعلمون، فأي منفعة حصلت للمسلمين منه؟ وأي نتيجة نتجت من علمه؟ وغايته أن يموت، فيموت علمه وثمرته، وهذا غاية الحرمان، لمن آتاه اللّه علما ومنحه فهما.

وفي هذه الآية أيضا دليل وإرشاد وتنبيه لطيف، لفائدة مهمة، وهي: أن المسلمين ينبغي لهم أن يعدوا لكل مصلحة من مصالحهم العامة من يقوم بها، ويوفر وقته عليها، ويجتهد فيها، ولا يلتفت إلى غيرها، لتقوم مصالحهم، وتتم منافعهم، ولتكون وجهة جميعهم، ونهاية ما يقصدون قصدا واحدا، وهو قيام مصلحة دينهم ودنياهم، ولو تفرقت الطرق وتعددت المشارب، فالأعمال متباينة، والقصد واحد، وهذه من الحكمة العامة النافعة في جميع الأمور.[9]
Ayat ini turun ketika perang tabuk, yang mana Rasullulah menyuruh para Sahabat untuk pergi berperang, lalu mereka semua pergi ke medan perang dan meninggalkan Rasulullah sendirian, maka Allah menurunkan ayat ini dengan tujuan menghimbau kepada para Sahabat agar tidak semua pergi kemedan perang, alangkah baiknya sebagian kecil dari mereka berdiam diri dengan Rasulullah dan memperdalam ilmu Agama, agar kelak mereka dapat mengembangkan ilmunya kepada kaumnya.
Orang-orang yang menetap bersama Rasulullah memiliki tugas yang berat, yakni mempelajari ilmu Agama khususnya terhadap ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Fiqh (Syari’at). Lain dari hal itu, mereka juga berkewajiban untuk mengajarkan apa yang telah mereka ketahui kepada para kaumnya. Karena tugas berat tertuju kepada orang yang sudah mengerti sesuatu untuk mengajarkan kepada orang lain. Ayat ini pula menunjukkan bahwa seorang yang mengerti tentang Agama, untuk lebih memperhatikan nasib suatu kaumnya.
Jika dilihat dari bentuk kata yang di pakai dalam Al Qur’an tersebut, kata kerja yang di gunakan adalah menggunakan Fi’il Mudhori’, hal ini menunjukkan bahwa belajar ilmu pengetahuan harus menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa sebanarnya Al Qur’an juga menyuruh kepada orang Muslim untuk bisa mengembangkan ilmu pengetahuan, agar Islam dapat menjawab segala permasalahan-permasalahan kontemporer.

Ayat diatas menunjukkan betapa pentingnya seorang Muslim menuntut ilmu, yang terkadang menjadi permasalahan untuk dijadikan alasan seseorang malas mencari ilmu adalah latar belakang fisik yang kurang sempurna. Hal ini kadang menjadi sebuah alasan untuk meninggalkan kewajiban mencari ilmu. Namun jika kita menengok beberapa Ayat Al-Qur’an, misalnya dalam QS: An Nahl ayat 78, menurut hemat penulis ayat ini menjadi motivator bahwa seseorang yang anggota tubuhnya kurang sempurna, maka ia harus tetap bersemangat untuk mencari ilmu. Maka dari itu, mari kita analisa bersama: 

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 
                    Artinya: dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui suatu apapun, dan dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (Surat An Nahl: 78).

والله تعالى وحده اخرجكم من بطون امهاتكم جمع الام زيدت الهاء فيها كما زيدت فى الاهراق من اراق. لا تعلموا شيأ اى حال كونكم غير عالمين شأء اصلا من امور الدنيا والآخرة ولا مما كانت ارواحكم تعلم فى عالم الارواح ولا مما كانت ذرياتكم تعلم من فهم خطاب ربكم اذ قال ألست بربكم ولا مما علمت اذ قالت بالجواب بلى ولامما تعلم الحيوانات حين ولادتها من طلب غذائها ومعرفة امها والرجوع اليها والاهتداء الى ضروعها وطريق تحصيل اللبن منها ومشيها خلفها وغير ذلك مما تعلم الحيوانات وتهتدى اليه ولا يعلم الطفل منه شيأ ولا يهتدى اليه.[10]

Kita terlahir dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, baik perkara dunia ataupun perkara akhirat. Dan hal ini di perjelas ketika kita tidak pernah ingat bahwa sebetulnya kita pernah mengalami kehidupan di alam Arwah, yang mana ketika itu kita pernah bersaksi kepada Tuhan bahwasanya Ia benar-benar Tuhan kita semua.
}وجعل لكم السمع } قدمه على البصر لما انه طريق تلقى الوحى ولذا ابتلى بعض الانبياء بالعمى دون الصمم او لان ادراكه اقدم من ادراك البصر ألا ترى ان الوليد يتأخر انفتاح عينيه عن السمع وافراده باعتبار كونه مصدرا فى الاصل { والابصار } جمع بصر وهى محركة حسن العين { والافئدة } جمع فؤاد وهو وسط القلب وهو من القلب كالقلب من الصدر وهو من جموع القلة التى جرت مجرى جموع الكثرة . قال فى بحر العلوم استعملت فى هذه الآية وفى سائر آيات وردت فيها فى الكثرة لان الخطاب فى جعل لكم وانشأ لكم عام . والمعنى جعل لكم هذه الاشياء آلات تحصلون بها العلم والمعرفة بان تحسوا بمشاعركم جزئيات الاشياء وتدركوها بفائدتكم وتتنهوا لما بينها من المشاركات والمباينات بتكرر الاحساس فيحصل لكم علوم بديعيه تتمكنوا بالنظر فيها من تحصل العلوم الكسبية .
{ لعلكم تشكرون } ارادة ان تشكرواهذه الآيات وشكرها استعمالها فيما خلقت لاجله من استماع كلام الله واحاديث رسول الله وحكم اوليائه وما ليس فيه ارتكاب منهى ومن النظر الى آيات الله والاستدلال بها على وجوده ووحدته وعلمه وقدرته فمن استعملها فى غير ما خلقت له فقد كفر جلائل نعم الله تعالى وخان فى اماناته.[11]

Lafadz As Sam’a dalam ayat tersebut mengapa didahulukan? Karena pendengaran adalah jalan untuk menerima wahyu, maka dari itu terkadang orang-orang yang menjadi kekasih Allah banyak yang di uji dengan kebutaan. Karena dengan butanya seseorang, seseorang itu tetap bisa mendengarkan petunjuk dari Allah. Lafadz Absor merupakan bentuk Jama’ dari kata Al Basru, dan lafadz ini pula yang menunjukkan berfungsinya indra mata. Dan lafadz af ‘idah merupakan bentuk jama’ dari kata Fuad, ia adalah bagian hati yang terletak di tengah yang munukjukkan bahwa ia adalah bagian dari hati, seperti halnya dada yang mana di dalamnya ada hati. Ayat ini menunjukkan keumuman bahwa keberhasilan orang yang mencari ilmu dalam mencari pengetahuan dengan cara merasakan hal-hal yang berada disekitar dengan indra penglihat maupun pendengaran, dan memilah-milah dengan hati nurani. Ayat ini mempertegas kita untuk bersyukur kepada Tuhan karena sudah di anugrahi hal-hal yang mendukung untuk keberhasilan kita dalam mencari ilmu yang dengannya kita bisa mendengar ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadits dari Rasulullah maupuk hikmah-hikmah kisah para kekasih Allah. Dan barang siapa yang menyia-nyiakan dengan apa yang telah di anugerahkan oleh Allah maka ia termasuk orang kufur terhadap nikmat Allah dan termasuk orang yang ingkar terhadap apa yang telah diamanatkan oleh Allah.
Ketika semangat menuntut ilmu sudah tertanam bagi setiap individu, Allah tidak memberhentikan himbauannya kepada manusia agar benar-benar menjadi makhluk yang sempurna. Allah memberikan himbauan terhadap orang-orang berilmu agar tidak merasa puas dengan apa yang mereka miliki, jangan sampai ada rasa puas dalam diri kita dala urusan mencari ilmu, karena masih banyak hal-hal lain yang ada di luar kita yang jauh lebih mengerti dari apa yang belum kita tahu. Maka dari itu QS Al Kahfi ayat 65 mengajarkan kepada kita agar selalu bersifat rendah diri. Jangan biarkan hati atau perasaan kita dikuasai oleh sifat-sifat sombong dan lain sebagainya. Untuk lebih memehami hal ini, mari kita renungi QS Al Kahfi Ayat 65

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
Artinya: lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba kami, yang telah kami beri Rahmat kepadanya dari sisi kami, dan yang telah kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi kami. (Surat Al Kahfi: 65).
وهذا هو الخضر عليه السلام ، كما دلت عليه الأحاديث الصحيحة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم .
روى البخاري ، عن أُبي بن كعب رضي الله عنه ، أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : إن موسى قام خطيباً في بني إسرائيل ، فسئل أي الناس أعلم؟ قال : أنا ، فعتب الله عليه إذ لم يرد العلم إليه ، فأوحى الله إليه إن لي عبداً بمجمع البحرين هو أعلم منك . قال موسى : يا رب كيف لي به؟ قال : تأخذ معك حوتاً فتجعله بمكتل فحيثما فقدت الحوت فهو ثم ، فأخذ فجعله بمكتل ثم انطلق وانطلق معه فتاه يوشع بن نون عليه السلام ، حتى إذا أتيا الصخرة وضعا رؤوسهما فناما ، واضطرب الحوت في المكتل فخرج منه فسقط في البحر ، فاتخذ سبيله في البحر سرباً ، وأمسك الله عن الحوت جرية الماء ، فصار عليه مثل الطاق [12].
ayat ini merupakan suatu perumpamaan atau gambaran bagi kita semua, agar kita tidak terjerumus dalam kesombongan ketika kita kelak sudah diberi oleh Allah berupa ilmu. Ayat ini menceritakan ketika Bani Isra’il bertanya kepada Nabi Musa tentang siapa orang yang paling pandai diantara manusia, lalu Musa dengan keyakinan yang kuat mengatakan bahwa dirinya paling pandai, maka ketika itu pula Allah menegur Musa dengan mengatakan “ aku mempunyai seorang hamba yang lebih pandai dari pada engkau Musa”, lalu Musa ber keinginan untuk menemui orang yang dikatakan Oleh Allah tadi dan memasak ikan untuk bekal nya dalam bepergian, kemudian Musa dan temannya (Yasa’) pergi untuk menemui orang itu dan ketika ditengah perjalanan mereka bergegas untuk ber istirahat di dekat batu besar dan ketika itu pula ikan yang sudah disiapkan oleh Musa tiba-tiba jatuh dari tempatnya dan atas kehendak Allah ikan itu bisa sampai menuju ke laut.
 فَوَجَدَا عَبْدًا مّنْ عِبَادِنَا هو الخضر في قول جمهور المفسرين ، وعلى ذلك دلت الأحاديث الصحيحة ، وخالف في ذلك من لا يعتدّ بقوله ، فقال : ليس هو الخضر بل عالم آخر؛ قيل : سمي الخضر لأنه كان إذا صلى اخضرّ ما حوله ، قيل واسمه بليا بن ملكان . ثم وصفه الله سبحانه فقال : آتيناه رَحْمَةً مّنْ عِندِنَا قيل : الرحمة هي النبوّة ، وقيل : النعمة التي أنعم الله بها عليه { وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا } وهو ما علمه الله سبحانه من علم الغيب الذي استأثر به ، وفي قوله { من لدنا } تفخيم لشأن ذلك العلم ، وتعظيم له . قال الزجاج : وفيما فعل موسى وهو من جملة الأنبياء من طلب العلم ، والرحلة في ذلك ما يدل على أنه لا ينبغي لأحد أن يترك طلب العلم وإن كان قد بلغ نهايته ، وأن يتواضع لمن هو أعلم منه . ثم قصّ الله سبحانه علينا ما دار بين موسى والخضر بعد اجتماعهما.[13]

في التاريخ عجائب الحوادث والقصص، ومن هذه العجائب: قصة موسى عليه السلام مع الخضر العبد الصالح، التي تعلّمنا كيف يتعلم الأكبر والأعلم من الأصغر والأقل منه رتبة، فإن موسى عليه السلام كليم الله، مع كثرة علمه وعمله، أمره الله أن يصحب العبد الصالح وهو الخضر، في رحلة استطلاعية وجولة ميدانية، تدل على أن التواضع خير من العجب والكبر.[14]
Dan orang yang dimaksud oleh Allah tadi adalah Nabi Khidir, dan ada pula mufasir yang mengatakan bahwa orang itu bukan Khidir tetapi orang lain yang lebih pandai (Balyan bin Malkan). Dan mengapa orang ini dinamakan Khidir?  Karena ketika Nabi Khidir meakukan shalat, keadaan yang ada disektarnya berubah menjadi warna hijau. Mengapa Allah memberi isyarat bahwa orang yang lebih pandai dari pada Musa adalah Khidir?, karena orang ini diberi keistimewaan oleh Allah dengan di beri Ilmu gaib. Kesimpulannya dari hal yang dapat kita ambil dari ayat ini yaitu menegaskan bahwa kita harus berkeyakinan bahwa tidak ada kata pandai dalam hal mencari ilmu, agar kita terhindar dari sifat sombong, ujub dan lain sebagainya.
  
B.     Ayat Tentang Tekhnologi

Dengan perkembangan tekhnologi yang begiu cepat dan begitu canggih, nampaknya Al Qur’an sedikit berdiam diri menanggapi masalah ini. Namun anggapan yang mengatakan bahwa Al Qur’an belum membahas perkembangan tekhnologi yang begitu pesat, nampaknya mereka perlu mengkaji ulang kandungan Al Qur’an. Ternyata banyak mistis ayat Al-qur’an yang belum kita ketahui perihalnya.
Contoh diskursus sainfititik dalam penafsiran klasik selalu bercampur degan diskursus lain yang tiak berhubungan dengan tekhnologi maupun sains. Para Mufassir mempunyai konsep yang jelas terhadap penekanan tema-tema pokok (tematik) dari Al Qur’an. Sebagai contoh, dalam ulasannya terhadap QS Al A’raf ayat 54:[15]
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِين
Artinya: sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu ia bersemayam diatas arasy. Dia menutup malam kepada siang dan mngikutinya dengan cepat dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepadaperintahNya. Ingatlah menciptakan dan memerntah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.
Mufrodat Surat Al A’raf ayat 54:[16]
{ في ستة أيام } : يغطي كل واحد منهما الآخر عند مجيئه .
{ حثيثاً } : سريعاً بلا انقطاع .
{ مسخرات } : مذللات .
{ ألا } : أداة استفتاح وتنبيه ( بمنزلة ألو للهاتف ) .
{ له الخلق والأمر } : أي له المخلوقات والتصرف فيها وحده لا شريك له .
{ تبارك } : أي عظمت قدرته ، وجلت عن الحصر خيراته وبركاته .
{ العالمين } : كل ما سوى الله تعالى فهو عالم أي علامة على خالقه وإلهه الحق .
Ar Razi menjelaskan mengapa kata “langit” selalu didahulukan daripada “bumi” ketika mereka hadir bersama-sama. Diantara keutamaan langit adalah perhiasan-perhiasan yang digantungkan Tuhan padanya: Matahari, Bulan, Bintang, Arsy, Pena dan Lauh al Mahfudz. Tuhan juga menggunakan nama komplementer untuk menunjuk kata langit dalam rangka menegas tingginya keutamaan. Salah satu keutamaan langit dibanding bumi, berdasarkan pada pandangam saintifik pada saat itu, adalah bahwa gagasan  kehidupan langit mempengaruhi kehidupan sub lunar  yang mana bumi merupakan perantara pasif yang tergantung padanya.[17]
Dari ayat tersebut, setidaknya kita dapat memahami bahwa sebenarnya Al Qur’an jauh lebih hebat mengaplikasikan tekhnologi tentang penciptaan alam ini, yaitu dengan mendahulukan kata “langit” dan mengahirkan kata “bumi”, ternyata hal demikian adalah mistis Tuhan yang berada dalam kandungan Al Qur’an. Sebenarnya masih banyak hal-hal yang berkaitan dengan tekhnologi, misalkan dalam kandungan surat Al Anbiya’ ayat 30:

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

Artinya: dan apakah orang-orang kafir itu tidak mengetahui, bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian kami pisahkan antara keduanya, dan kami ciptakan segala sesuatu yang hidup dari air, maka mereka tidak beriman?.(Surat Al Anbiya’: 30)

 كانتا رتقا : كتلة واحدة منسدة لا انفتاح فيها .
(terhimpun, berkumpul dalam satu)
 ففتقناهما : جعلنا السماء سبع سموات والأرض سبع أرضين .[18]
(membelah menjadi tuju tingkatan)

ألم يروا أن السماوات والأرض { كَانَتَا رَتْقاً } أي كان الجميع متصلاً بعضه ببعض متلاصق ، متراكم بعضه فوق بعض في ابتداء الأمر ، ففتق هذه من هذه فجعل السماوات والأرض سبعاً ، وفصل بين السماء والأرض بالهواء ، فأمطرت السماء وأنبتت الأرض ، ولهذا قال : { وَجَعَلْنَا مِنَ المآء كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلاَ يُؤْمِنُونَ } أي وهم يشاهدون المخلوقات تحدث شيئاً فشيئاً عياناً . وذلك كله دليل على وجود الصانع الفاعل المختار القادر على ما يشاء.[19]

pada awal terciptanya dunia ini, permulaannya Allah menciptakan langit dan bumi dalam keadaan menjadi satu (terhimpun), melekat dan tertumpuk satu dengan lainnya.[20] Kemudian Allah menjadikannya menjadi tuju sab dan memberi udara diantara langit dan bumi, kemudian dapat menurunkan hujan, dapat menumbuhkan tanaman. Maka dari itu, awal permulaan kehidupan dapat dikatakan dari hal ini. Dengan pemaparan Al Qur’an yang sedemikian ini, apakah masih ada orang yang belum percaya bahwa memang ada unsur pencita awal dalam kehidupan ini yaitu Tuhan yang Maha kuasa.

قال كعب: خلق الله السموات والأرض بعضها على بعض، ثم خلق ريحا فوسطها ففتحها بها.
قال مجاهد والسدي: كانت السموات مرتقة طبقة واحدة ففتقها فجعلها سبع سماوات، وكذلك الأرض كانتا مرتقة طبقة واحدة فجعلها سبع أرضين.
وَجَعَلْنَا وخلقنا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ: وأحيينا بالماء الذي ينزل من السماء كل شيء حي من الحيوان ويدخل فيه النبات والشجر، يعني أنه سبب لحياة كل شيء والمفسرون يقولون: يعني أن كل شيء حي فهو مخلوق من الماء.[21]

Menurut Ka’ab: Allah menciptakan langit dan bumi ini dalam keadaan terkumpul menjadi satu, kemudian Allah mencptakan angin untuk memberi ruang diantara keduanya.sedangkan menurut Mujahid dan As sadiy berpendapat bahwa langit dan bumi dalam satu bagian yang diam, kemudian Allah membelahnya menjadi tuju baik langit maupun bumi semua mempenyai tuju bagian. Kemudian Allah memberi kehidupan segala sesuatu seperti tanaman, pepohonan, hewan semua di beri kehidupan dengan air. Sedangkan pendapat jumhur Mufassir adalah segala sesuatu yang hidup disini adalah mahluk yang memang penciptaan awalnya berasal dari air.
Ayat tersebut mengingatkan kita terhadap perbincangan atau diskursus berkepanjangan yang dialami oleh para Filosof terdahulu seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan lain sebagainya. Mereka memperdebatkan tentang asal dari alam ini, membicarakan tentag Immateri yang ada. Namun Al Qur’an dengan begitu lugas membahas perihal ini, yang menguras pemikiran para Mufassir untuk menggali substansi dari ayat ini.
Lain halnya tetang penciptaan alam ini, ternyata jauh hari sebelum alat tekhnologi ditemukan, ternyata Al Qur’an secara seporadis membahas tentang penciptaan manusia. Sepertihalnya yang ada dalah ayat pertama kali yang diterima Nabi Muhammad SAW, yaitu QS Al ‘Alaq ayat 1-5 yaitu:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ, خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ,اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ  الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ  عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Artinya: bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, dia telah menciptakan dari segumpal darah, bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia, yang mengajar manusia dengan pena, dia mengajarkan manusia apa yang tidak di ketahuinya.
Mufradat surat Al ‘Alaq 1-5

 باسم ربك : بذكر اسم ربك .
 الذي خلق : خلق آدم من سلالة من طين .
 خلق الإِنسان : الإِنسان الذي هو ذرية آدم .
 من علق  : جمع علقة وهي النطفة في الطور الثاني حيث تصير علقة أي قطعة من الدم الغليظ .
 وربك الأكرم : الذي لا يوازيه كريم ولا يعادله ولا يساويه .
 الذي علم بالقلم : علم العباد الكتابة والخط بالقلم .
 علم الإِنسان  : جنس الإِنسان .
 ما لم يعلم  : ما لم يكن يعلمه من سائر العلوم والمعارف .[22]

خَلَقَ الإنسان مِنْ عَلَقٍ يعني : بني آدم . والعلقة الدم الجامد ، وإذا جرى فهو المسفوح . وقال : من علق بجمع علق؛ لأن المراد بالإنسان الجنس . والمعنى : خلق جنس الإنسان من جنس العلق ، وإذا كان المراد بقوله : الذى خَلَقَ كل المخلوقات ، فيكون تخصيص الإنسان بالذكر تشريفاً له لما فيه من بديع الخلق ، وعجيب الصنع.[23]
Ayat ini membicarakan tentang awal mula penciptaan manusia. Yang mana Al Qur’an membenarkan apa yang dikatakan sains. Al Qur’an mengatakan bahwa penciptaan manusai pertama dengan bentuk gumpalan darah yang keras. Dan apa bila gumpalan darah ini leleh, maka yang terjadi adalah keguguran atau tidak dapat menghasilkan anak. Dan penciptaan yang ada dalam ayat ini dikhususkan kepada jenis manusia yang mana manusia merupakan ciptaan yang paling mulia. Bahkan ayat ini menggambarkan betapa Maha kuasanya Tuhan dalam mengaambarkan penciptaan manusia yang pada akhirnya dibenarkan oleh para ilmuan perihal teori ini.



[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 2,( Jakarta:  PT Ichtiar Baru Van Hove, 1997),  hlm. 201
[2]Depdikbud, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 371
[3] Lihat surat Al Baqarah ayat 30......................................... وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَة
[4] Quraisy shihab, Wawasan Al Qur’an,  (Bandung, Mizan,  2007),  hlm. 434-435
[5] Abu Bakar Al Jazairi, Aisarut Tafasir, (Beirut Libanon: Dar Al Kutub Al Alamiyah, tt), hlm. 111, juz 2
[6] Ibrahim Al Qatn, Taisirut Tafsir, (Beirut Libanon: Dar Al Kutub Al Alamiyah, tt), hlm. 176, juz 2
[7] Abu Muhamad Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghowi, Ma’alimut Tanzil fii Tafsiri Al Qur’an, (Beirut libanon: Dar Al Toyibah, 1997), hlm. 403, juz 2
[8] Ibid.
[9] Abdul Rahman Bin Nasir Bin Abdillah, Taisir Al Karim Al Rahman, (Beirut libanon: Dar Al Toyibah, 2000), hlm. 355
[10] Haki, Tafsir Haki, (Maktabah Tsamilah: Versi 20.000, tt), hlm. 68, juz 7
[11] Ibid.
[12] Abul Fada’ Isma’il ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut: Dar At Toyibah, 1999), hlm. 174, Juz. 5
[13] Muhamad Bin Ali As Saukani, Fathkul Qodir, (Maktabah Tsamilah: Versi 20.000, tt), hlm. 408, Juz. 4
[14] Muhammad Sayid Tantowi, Tafsir Al Wasit lil Qur’an Al Karim, (Maktabah Tsamilah: Versi 20.000, tt), hlm. 1441, Juz. 2
[15] Dale F Eickelman di terjemah oleh lien Iftah Naf’atu Fina dan Ari Hendri, Al Qur’an Sains dan Ilmu Sosial, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 12
[16] Abu Bakar Al Jazairi, Aisarut Tafasir..., hlm. 467, Juz 1
[17] Dale F Eickelman di terjemah oleh lien Iftah Naf’atu Fina dan Ari Hendri, Al Qur’an Sains..., hlm. 13
[18] Abu Bakar Al Jazairi, Aisarut Tafasir..., hlm. 470, Juz. 2
[19] Abul Fada’ Isma’il ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir..., hlm. 1633
[20] Adib Bisri dan Munawwir AF, Kamus Al Bisri, (Surabaya: PUSTAKA PROGRESIF, 1999), hlm. 267
[21] Abu Muhamad Al Husain Ibnu Mas’ud Al Baghowi, Ma’alimut…, hlm. 316, Juz. 5
[22] Abu Bakar Al Jazairi, Aisarut Tafasir..., hlm. 415, Juz. 4
[23] Muhamad Bin Ali As Saukani, Fathkul Qodir, hlm. 28, Juz. 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar