PEMBAHASAN
BALGHATUL QUR’AN JUZ 2
1.
Al-Baqarah ayat 142
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ
مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (142)
142. Orang-orang yang kurang akalnya diantara
manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari
kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?"
Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".
السُّفَهَاءُ: Lafadz
ini termasuk majaz mursal dengan maksud إطلاق الكل وإرادة الجزء. (mengungkapkan
makna seluruhnya sedangkan yang
dikehendaki bagian atau menyebutkan keumuman yang dimaksud kekhususan). Tapi
yang di maksud adalah sebagian dari orang bodoh dari orang-orang kafir yang
tidak mau menerima hidayah atau petunjuk ayat al-Qur’an.
Kontekstualisasi:
Allah memakai kata-kata “sufaha” dalam ayat ini, ini menunjukkan
bahwa orang-orang yang tidak mau mengakui keEsaan Tuhan benar-benar di anggap
orang yang bodoh disisi Allah, karena sudah jelas datang kebanaran melalui
ajaran Nabi namun mereka masih menghiraukan semua itu. Jadi, agar kita termasuk
orang-orang yang tidak dimagsud oleh Allah dalam ayat tersebut, kita harus
senantiasa menjadi manusia yang menjunjung tinggi semua ajaran Agama “امتثال الاوامر و اجتناب النويهئ” dengan begitu, kita akan menjadi umat yang
terhormat disisi Allah dan dihadapan manusia.
2.
Al-Baqarah ayat 144
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ
رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (144)
144. sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada,
Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
فَوَلِّ وَجْهَكَ lafadz
ini termasuk majaz mursal dengan maksud إطلاق الجزء وإرادة الكل. (mengungkapkan makna sebagian, sedangkan yang dikehendaki keseluruhan atau menyebutkan kekhususan
yang dimaksud keumuman). Maksudnya ialah memalingkan seluruh anggota tubuh
bukan wajah saja.
Kontekstualisasi:
Ayat ini, menunjukkan bahwa perintah untuk
beribadah harus dilakukan dengan kesempurnaan, magsudnya apa? Walaupun dalam Al
Qur’an ada yang mengataakan bahwa “اقم الصلاة لذكر”, Allah memerintah mengerjakan shalat agar
kita selalu mengingatnya, lalu bagaimana kalau kita tidak melakukan shalat
sacara formal namun kita sudah bisa selalu mengingat Allah?, tentu hal ini
tidak dibenarknan, karena selain tujuan untuk mengingat Allah dengan melaukan
shalat, kita juga di tuntut untuk menjalankan perintah ajaran Nabi dengan apa
yang telah dicontohkan dalam kehidupan Nabi sehari-hari yang menjadi Syari’.
3.
Al-Baqarah ayat 153
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
153. Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
اسْتَعِينُوا :Lafadz
ini, termasuk majaz isti’aroh, hal ini dikarenakan arti awal dari lafadz ini
adalah “perhatian, kehati-hatian,penjagaan, keperdulian,penolongan dll”, jadi
secara akal tidak mungkin kita disuruh oleh Allah untuk meminta pertolongan
kepada sabar. Dengan kategori isti’aroh tasrihiyah karena menyebutkan musabah
bih, qorinahnya adalah lafadz “ista’inu” musabah minhunya “as sabr”.
Kontekstualisasi:
Dalam ayat ini sudah jelas, bahwa jikalau kita ingin mendapat
pertolongan dari Allah, kita harus senantiasa menjadikan sabar dan selalu
menjalankan ibadah shalat dalam kunci kesuksesan kita. Karena di ayat tersebut,
Allah menyandingkan lafadz “Shabr wa As Shalah”, ini mengindikasikan
bagaimana?, hal ini mengindikasikan bahwa jika kita ingin selalu diperhatikan
oleh Allah dalam segala hal, kita harus senantiasa menjalankan kedua perintah
Allah ini, yakni Shabar dan shalat. Karena setelah lafadz tersebut, Allah menuturkan kata
“إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الصَّابِرِينَ” bahwa Allah selalu bersama orang-orang
yang sabar.
4.
Al-Baqarah ayat 158
إِنَّ الصَّفَا
وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ
اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
158. Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah
sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah
atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i
antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan
lagi Maha Mengetahui
شَاكِرٌ عَلِيمٌ: lafadz
ini termasuk majaz mursal haliyah, karena yang di kehendaki oleh Allah adalah
dzat pemberi pahala bagi orang yang melakukan kataatan, “dengan memakai lafadz
Syukur, padahal yang dikehendaki adalah Jaza’(balasan)
Kontekstualisasi:
Ayat ini menghimbau kepada kita, bahwa kita jangan sekali kali
menghiraukan perbuatan dengan kerendahan hati, karena Allah Maha mengetahui
atas apa yang kita kerjakan. Dan jangan ragu terhadap semua amal kebaikan kita yang
pernah lakukan, karena Allah adalah Dzat yang Maha membalas semua kebajikan.
5.
Al-Baqarah 164
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ
الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ
الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.
164. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.
وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ: lafadz ini termasuk kategori majaz isti’aroh. Kerena pada dasarnya
makna dari tajri adalah “mengalir, arus, lari, berlomba, mendesak, terjadi”,
dan termasuk dalam kategori majaz isti’aroh makniyah karena menyebutkan musabah
yakni “fulk” dan alaqohnya yakni “tajri”.
Kontekstualisasi:
Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa Allah menciptakan segala
sesuatu pasti mempunyai manfaat, menciptakan langit, bumi, manusia, hewal,
tumbuhan dan lain sebagainya pasti mempunyai manfaat satu sama lain. Bahkan
Allah menciptakan lautan dimana disana bisa untuk mengais rezki untuk
orang-orang yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan. Selain itu, kita juga
harus berkhusnudzon kepada Allah bahwa Ia adlah satu-satunya Dzat yang
menciptakan segala sesuatu dari yang belum ada menjadi ada dan menjaga ciptaannya
itu. Karena tidak mungkin bahwa Allah menciptakan sesuatu kemudian Ia tidak
memikirkan ciptaannya, misalkan Ia menciptakan manusia, Ia Juga pasti menjaga
manusia itu dari bagaimana memberinya rizki, mengatur pasangan hidup,
menentukan ajalnya dan lain-lain, dan hal ini tidak ditujukan kepada umat Islam
saja, namun kapada seluruh ciptaan Allah sebagai bukti bahwa Ia Maha pengasih
(Al Rahman).
6.
Al-Baqarah ayat 171
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا
دُعَاءً وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
171. Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir
adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain
panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu)
mereka tidak mengerti.
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا:
lafadz ini termasuk tasbih mursal, karena menyebutkan adat at tasbih dan juga
termasuk tasbih mujmal karena tidak menyebutkan wajhu sibhi(Mursal Mujmal).
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ:
lafadz ini termasuk tasbih baligh,
karena membuang wajhu sibhi dah adad at tasbih. Dan lafadz yang sebenarnya
adalah “هم كالصم في عدم
سماع الحق، وكالعمي والبكم في عدم الانتفاع بالقرآن.,
mereka seperti orang yang tuli karena tidak mau mendengarkan ajakan kebaikan.
Kontekstualisasi:
Jangan sampai kita terjerumus dalam gambaran ayat yang diceritakan
Allah dalam ayat ini. Dan ini juga menjadi himbauan kepada kita, jika kita
kelak menjadi seseorang yang berkewajiban untuk mengemban amanat Allah untuk
berdakwah, setidaknya kita harus berusaha sekuat tenaga untuk melakukan apa
yang kita anjurkan kepada orang lain terlebih dahulu walaupun orang yang kita
ajak untuk menuju jalan tidak menghiraukan ajakan kita, kita jangan mengeluh
atas respon yang kurang baik, kembalikan saja segala hasil dari kewajiban
kepada Allah, karena kita sebagai manusia hanya berkewajiban untuk mensiarkan
Agama Islam dan urusan diikuti atau tidak, itu hak dari Allah untuk memberikan
hidayah kepada siapa yang dikehendaki oleh Allah.
7.
Al-Baqarah ayat 174
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا
أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا
يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
174. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan
apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga
yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke
dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada
hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.
مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ:
lafadz ini termasuk majaz mursal
akan datang(باعتبار
ما يؤول إليه) yang dimaksud
adalah, jika mereka memakan harta haram, maka hal ini akan menjadikan mereka
kepada api neraka.
Kontekstualisasi:
Ayat ini memberi peringatan kepada kita bahwa kita dilarang untuk
menyembunyikan apa yang telah diberikan oleh Allah kepada kita (Ilmu), selain
itu kita juga tidak boleh menjadikan Agama atau Ayat Al Qur’an sebagai salah
satu media yang bisa menguntungkan untuk mendatangkan materi duniawi, karena
perbuatan yang demikian itu tidak diridhai oleh Allah dan apa yang mereka
dapatkan dari Ayat Al Qur’an atau Agama sebenarnya adalah api dari neraka yang
mereka makan besok dihari kiamat.
8.
Al-Baqarah ayat 175
أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ
بِالْهُدَى وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ
175. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan
siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!
اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى: lafadz ini termasuk majaz isti’aroh tasrihiyah, karena tidak ada
musabahnya, lafadz “istarau” sebagai alaqoh musabah sadangkan “addolalah” sebagai
Musabah bih. Sedangkan lafadz yang dimaksud adalah mengganti kekufuran dengan
keimanan.
Kontekstualisasi:
Dengan lanjutan ayat 174, bahwa perbuatan yang tergambarkan dalam
ayat 174 itu adalah sebagaimana orang yang membeli kesesatan dengan kebenaran,
maksudnya apa? Ia rela menukarkan surga yang telah dijanjikan oleh Allah dengan
neraka, dan hal seperti ini termasuk tindakan orang-orang yang punya nyali
besar untuk mencicipi Neraka yang telah dijanjikan betapa pedih adzab
didalamnya.
9.
Al-Baqarah ayat 187
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى
نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka
.
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ:
lafadz ini adalah termasuk majas isti’aroh
tasrihiyah karena menuturkan musabah bih yakni pada lafadz “libasun”, yang
dimagsud adalah dari pasangan akan saling menjadi pelindung.
Kontekstualisasi:
Ayat diatas menunjukkan bahwa pasangan hidup haruslah menjadi
pengayom satu sama lain. Kita harus memahami apa yang menjadi kebutuhan dari
pasangan kita, jangan mementingkan keinginan sendiri (egois), agar terjalin
keluarga yang harmonis yang sesuai dengan gambaran yang digambarkan Allah dalam
ayat ini.
10.
Al-Baqarah ayat 200
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا
اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
200. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah
dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan)
nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di
antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami
(kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di
akhirat
فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ: lafadz ini termasuk tasbih mursal mujmal, karena munuturkan adad
tasbih dan tidak ada wajhu sibhi, musabahnya “Allah” adadnya “kaf” musabah bih
“abaakum”.
Kontekstualisasi:
Jika kita kaitkan dengan masa sekarang, kita harus mengingat atau
berdzikir kepada Allah sama dengan apa yang kita lakukan terhadap apa-apa yang
kita senangi dalam kesehariannya, misalkan kita suka dengan lawan jenis dan
kita selalu mengingatnya dimanapun kita berada, jadi kita juga harus mengingat
Allah dimana saja sebagaimana kita selalu mengingat kekasih yang kita cintai.
11.
Al-Baqarah ayat 222
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
222. Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
قُلْ هُوَ أَذًى:
lafadz ini termasuk tasbih baligh, karena
tidak ada adad tasbih, dan wajhu sibh, musabahnya lafadz “huwa”, musabah bih
nya adalah “adza”.
Kontekstualisasi:
Ayat ini menunjukkan bahwa jika kita sudah berpasangan, tatkala
pasangan kita sedang datang bulan, hendaknya kita tidak melakukan hubungan
suami istri disaat pasangan kita sedang haid. Karena darah haid adalah darah
kotor, dan bisa mungkin menularjan penyakit, dan hal ini sudah terkonsep dalam
islam sejak dahulu dan akhirnya bisa dibenarkan oleh ilmu kedokteran.
12.
Al-Baqarah ayat 223
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا
لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ
الْمُؤْمِنِينَ
223. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ:
lafadz ini
termasuk tasbih baligh, karena tidak ada adad tasbih, dan wajhu sibh,
musabahnya “nisaukum”, musabah bihi “hartsun”.
Kontekstualisasi:
Ayat ini menggambarkan bahwa perempuan seperti sawah atau ladang,
jadi sebagi suami harus merawat ladang tersebut dengan baik pula agar
menghasilkan panen yang sesuai dengan keinginan. Karena suami adalah imam dari
sebuah anggota keluarga, jadi suami berkewajiban untuk mengarahkan keluarga
menjadi baik. Selain itu, baik dan buruk dari sebuah keluarga, suami mempunyai
peran yang sangat besar dalam membangun semua ini.
Dimana membeli kitab balaghotul quran, termasuk terjemahannya. Terimakasih
BalasHapus